Sesuatu yang baik itu ternyata sudah dibicarakan oleh manusia lama sekali. Bahkan dalam literatur agama, sudah disebutkan kebaikan dan keburukan sejak manusia hendak diciptakan.Â
Melalui pernyataan malaikat bahwa keberadaan manusia tidak akan membawa kebaikan melainkan pertumpahan darah dan kehancuran saja.Â
Sementara dalam runutan literatur, hal kebaikan sudah dibicarakan para filosof ratusan tahun sebelum masehi. Artinya sudah sangat lama manusia berusaha mengkonstruksikan dan memahami apa itu sebenarnya yang disebut baik.
Bagi saya, baik itu yang saya anggap baik. Tidak lebih. Soal apa objeknya bisa berbagai-bagai. Artinya justru yang menarik adalah, dari sudut mana atau siapa konsep kebaikan itu dibuat.
- Kebaikan itu adalah apa yang difirmankan Tuhan sebagai kebaikan, sebagaimana Tuhan menyebutkan tentang keburukan
Prinsip ini dikenal sebagai etika absolut, dimana yang digunakan adalah hukum Tuhan. Bagaimana Tuhan menyatakan, maka begitulah hukumnya.Â
Dengan mengikuti prinsip ini terkesan begitu sederhana, manusia tinggal hidup mengikuti aturan-aturan yang dibuat Tuhan sehingga tidak perlu repot-repot berpikir. Karena jika dikatakan baik oleh Tuhan, maka itulah kebaikan sejati.Â
Jika dikatakan buruk oleh Tuhan, maka itulah keburukan yang sebenarnya, meski tampak oleh mata manusia sebagai kebaikan sekalipun.Â
Baca juga :Bila Orang Baik Bertemu Kebaikan Bisa Jadi Omong Kosong
Namun, ternyata prinsip ini mengandung satu kelemahan logika yang sangat mendasar dan harus diurai dengan lebih mapan, yaitu bagaimana manusia bisa mengetahui bahwa semua aturan tentang kebaikan itu berasal dari Tuhan?Â
Pertanyaan ini akan terus berlanjut sampai pada akhirnya bertanya tentang apakah Tuhan benar-benar ada? Makin ruwet.
- Kebaikan adalah buah kebijaksanaan yang berasal dari budi hening manusia.
Setiap manusia memiliki fitrah yang mampu menilai dengan objektif apa, atau mana kebaikan dan mana keburukan. Bahkan, manusia sejatinya merupakan mahluq yang baik dengan budi hening yang bening.Â