Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mendaki Gunung, Mendekap Semesta

12 Juli 2020   06:11 Diperbarui: 12 Juli 2020   06:31 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Mendaki gunung adalah candu. Siapa yang pernah melakukannya, dia akan tertarik untuk mengulang kembali. Apalagi jika pendakian dilakukan di waktu dan bersama kawan perjalanan yang tepat, maka kenangan itu semakin lekat menyenangkan.

Mendaki gunung itu melelahkan. Namun ia memberi kesan yang tidak lekang. Mendekati kaki bukit, singgah di posko keberangkatan, bertemu dengan sesama pendaki dari berbagai daerah, saling sapa sekaligus menyaksikan kebersahajaan hidup warga yang apa adanya. Ini saja, sudah pengalaman istimewa.

Ketika kaki melangkah memasuki Lorong jalan setapak yang menanjak, ada suara lembut seperti menyapa. Selamat datang diriku. Sebuah sapaan diri kita sendiri. Tidak jarang orang mengatakan bahwa ketika mendaki gunung, maka setiap orang akan menjadi dirinya sendiri secara orisinal. 

Pembawaan dasarnya akan muncul. Siapa yang kawan sejati akan tampak dengan jelas. Ini bagian dari perjalanan mendaki yang akan selalu terbawa hingga nanti setelah kembali di daratan yang lebih datar dalam kehidupan keseharian.

Usahakan mencari waktu yang tepat untuk mendaki. Sebagai pendaki amatir saya menyarankan, mendaki di akhir musim penghujan atau awal musim kemarau. Kenapa, karena hujan sudah jarang turun, dan gunung masih hijau dan rimbun dengan segala kesegarannya. Selain itu, jalanan belum sepenuhnya kering berdebu, sehingga akan lebih nyaman mendakinya.

Selanjutnya, memilih tanggal bulan muda atau bulan tua. Jika tidak sekalian dipaskan pada malam bulan purnama. Kenapa demikian. Karena kita akan memiliki kesempatan menikmati keindahan alam yang terhampar. 

Di waktu bulan tua atau muda, langit akan sepenuhnya gelap. Dan itu berarti akan ada ribuan bahkan jutaan bintang terhampar yang dapat disaksikan. 

Percayalah, itu lebih indah sekian ribu kali dibanding menonton melalui miniatur planetarium. Jika kita pilih waktu bulan purnama, kita juga akan berkesempatan untuk menyaksikan keindahan bola raksasa yang menggantung di langit dengan ukuran bulat penuh. 

Dalam posisi ketinggian dan minim polusi, kita akan dapat menyaksikan bulan itu benar-benar berbeda. Belum lagi, dalam cahayanya yang lembut, alam gunung akan menampilkan lanskap eksotis yang luar biasa. Itulah mengapa saya selalu mengatakan, mendaki gunung itu seperti mendekap semesta.

Gunung itu Istimewa

Selamanya mungkin saya akan menyukai gunung. Bukan sekedar gunung, mungkin pegunungan atau bukit, atau apa saja tanah yang menjulang keatas dengan kokoh, yang bisa didaki dan dicapai puncaknya. Meski saya terlahir dan hidup di wilayah yang teramat datar dengan tanah yang luas membentang, namun sejauh mata memandang sekeliling selalu terbentur perbukitan biru yang seolah menjadi benteng wilayah dari serangan musuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun