Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebutuhan Vs Keinginan dan Kebahagiaan

19 Juni 2020   09:10 Diperbarui: 19 Juni 2020   09:13 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam sebuah kisah Nasruddin, dia menyatakan bahwa kita pasti menginginkan apa yang belum kita miliki. Al kisah, suatu hari dia ditanya oleh raja, jika engkau ditawari sekeranjang kebijaksanaan dan sekeranjang emas, mana yang akan engkau pilih. Di luar dugaan Nasruddin yang terkenal zuhud dan sufi nyentrik menjawab akan memilih sekeranjang emas. Sontak saja Raja kecewa. Ternyata kamu tidak sehebat yang ia duga, karena ternyata masih tertarik dan tergoda oleh dunia.

Namun kemudian Nasruddin menjelaskan. Manusia itu, akan memilih atau mencari yang belum dia miliki. Jika Anda memilih sekeranjang kebijaksanaan wajar, karena yang Anda miliki ada kekayaan. Tetapi, bagi saya, sekeranjang kebijaksanaan bukan barang mewah, yang belum saya punya adalah sekeranjang emas.

Saya menengarai, cerita di atas adalah imajiner. Tidak benar-benar terjadi. Sebagaimana banyak mursyid dan guru, lebih mudah mengajarkan nilai dan sikap hidup dari berbagai kisah. Kisah memberikan keluasan pandanga yang di dalamnya ada setting waktu dan tempat, karakter dan sebaris aspek kaya lainnya yang tidak dimiliki sebaris kata nasehat. Satu kalimat bijak, tidak memiliki setting, sehingga ia seperti barusan huruf yang lewat melintas begitu saja. Tidak ada kesan kuat. Dengan kisah, kita bisa menangkap pesan besar yang ada di baliknya.

Namun begitu, kisah tetaplah kisah. Ia tidak bisa dijadikan rujukan normatif untuk. Nilai dari kisah tersebut peru dikonstruksikan dan dikristalkan agar bisa menjadi tatanan norma yang kuat. Kisah melahirkan kebijaksanaan dan kelapangan.

Dari kisah di atas, ada satu hal yang bisa diambil hikmah. Bahwa manusia memiliki hasrat yang tidak terbatas. Apa yang sudah di pegang, tidak akan menjadikan dia berhenti. Apa saja yang terhampar di depan mata, tetap saja ingin dia raup juga. Bahkan, meski tidak tampak, manusia masih saja mencari-cari. 

Jika sudah punya harta kita mulai mengincar kedudukan, jika punya kedudukan mulai mengincar kekuasaan, jika sudah kuasa kita mengincar keabadian. Manusia, tidak pernah berhenti dari haus, jika dia terus memperturutkan keinginannya. Adakah ketercukupan keinginan manusia kecuali dia telah memangkas untuk dirinya sendiri?

Bagi Nasruddin, sekeranjang emas barangkali tidak akan masuk dalam angan-angannya jika tidak ditawarkan oleh Raja. Karena kebutuhan hidupnya tidak akan menyentuh sekeranjang emas. Buat apa sekeranjang emas. Namun begitu itu ditawarkan, maka emas menjadi kemungkinan untuk dipilih. 

Inilah keinginan. Ia mudah sekali dipengaruhi dan iming-imingi. Sifat ingin adalah fitrah. Ia sering disebut sebagai nafsu. Ia sangat mudah menyeleweng. Makanya Nabi mengingatkan, memerangi atau mengendalikan hawa nafsu adalah perang besar karena kesulitannya.

Ketika manusia mencukupkan pada tingkat kebutuhan, maka hidupnya mudah. Perut lapar, butuhnya makan. Apapun yang bisa dimakan. Tetapi begitu keinginan yang berkuasa, maka kita akan dipaksa mencari rendang, harus bikin opor, mbacem telor dan sebagainya. Padahal jika cukup memenuhi kebutuhan, kita merdeka. Apapun, asal mengenyangkan, beres sudah.

Bahagia itu kebutuhan. Ia bisa dipenuhi dengan hal yang paling sederhana, misalnya dengan menyadari masih diberi kehidupan, itu sudah cukup untuk membuat bahagia. 

Namun jika yang menjadi panglima adalah keinginan, dan keinginan sudah teracuni oleh banyak iklan, maka kita akan temui banyak orang sedih, karena jangkauan untuk bahagia sebagaimana ditawarkan iklan terasa jauh dari jangkauan. Kita punya motor saja bisa tidak bahagia, karena keinginan kita sudah teracuni oleh iklan standar kebahagiaan harus memiliki mobil. Jika diperturutkan, maka betapa menyedihkannya hidup kita.

Syarif_Enha@Sorogenen,26_Mei2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun