Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membangun Percaya Diri

8 Juni 2020   09:57 Diperbarui: 8 Juni 2020   10:12 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seorang bijak pernah berkata, "Percaya dirilah, karena jika tidak percaya diri, anda telah tertinggal satu langkah." Seorang yang tidak percaya diri, selalu mengakatan "ah, saya tidak bisa," "saya kurang cakap," saya kurang mumpuni," "saya kurang pintar," "saya tidak pantas," dan sebagainya. 

Beribu alasan bisa dibuat untuk menghindar dari sebuah tugas, karena dia benar-benar "merasa" tidak bisa. Dia tidak percaya diri. Akhirnya dia tidak pernah melakukan sesuatu tugas besar, karena dia selalu menganggap dirinya tidak mampu. Inilah yang dimaksud dengan satu langkah terlambat.

Selain itu, saat dia melakukan sesuatu pun, karena dia tidak percaya diri, dalam dirinya akan selalu ada pikiran, "ah jangan-jangan bukan begini," "jangan-jangan mereka tidak suka," "ah jangan-jangan mereka menertawakanku," "jangan-jangan ini sangat tidak layak," dan sebagainya. 

Semua perasaannya muncul menggambarkan semua rekayasa perasaan orang lain terhadap perbuatan dan pekerjaannya. Sehingga selalu ragu-ragu, dan terlalu banyak menimbang sesuatu yang tidap perlu. Inilah satu lagi sisi lain dari ketidak percayaan diri seseorang terhadap dirinya, mengapa kemudian disebut satu langkah tertinggal.

Coba bandingkan jika dia dengan yakin menerima dan melakukan pekerjaannya, jikapun salah, maka akan segera ada koreksi yang objektif, dan langkah berikutnya jelas akan terkontrol. Jika hanya menimbang, tanpa dikomunkasikan atau bahkan tidak pernah dilakukan, maka itu menjadi satu kemandegan yang sangat fatal. Dan tentu sangat naf.

Mengapa Tidak Percaya Diri?

Seorang kawan pernah bicara dengan fulgar dan keras, saat mendengar temannya yang lain berkata "Wah, aku masih ga PD (percaya diri)." Kawan saya langsung menganggapi, "Jika kamu tidak PD, kamu berarti masih terlalu memuliakan dirimu, alias ujub."

Sekilas, komentar seorang kawan itu sangat aneh. Kok bisa, seorang yang tidak percaya diri kok malah disebut ujub, terlalu memuliakan dan terlalu bangga dengan dirinya. Bukankah karena dia tidak bangga, tidak yakin akan dirinyalah dia menjadi tidak percaya diri?

Tapi ternyata ada rasionalisasi dari komentar itu. Dia menjelaskan begini. "Kamu tidak percaya diri pada dirimu, itu karena kamu tidak mau ditertawakan kan? Karena tidak mau dipermalukan kan? Tidak mau orang lain tau kalau ternyata nanti dirimu tidak mampu melakukan sesuatu kan? 

Terus apa lagi yang bisa menjelaskan, selain kalau kamu masih terlalu bangga dengan dirimu, dan takut kamu akan dihinakan orang lain? Apakah itu bukan ujub namanya, melindungi dirimu dalam selimut kemuliaan yang semu? Mengharap semua orang selalu memandang dirimu hebat, pandai, mulia, dan sebagainya dengan kau tidak pernah melakukan apa-apa. Jelas itu ujub namanya."

Begitulah, ternyata ketidak-percayaan diri, salah satunya disebabkan karena kita masih terlalu bangga dan ujub pada diri sendiri. Takut terhina maka tak pernah melakukan apa-apa. Ya Allah ampuni hamba-Mu yang ternyata membanggakan diri ini. "Astagfirullahal'adzim...."

Dalam realitasnya. Tidak ada seseorang yang menjadi hina hanya karena dihina. Tidak ada seorang yang mendadak bodoh, hanya karena dia disangka bodoh. Tidak pula seseorang yang disangka pencuri itu pasti melakukan pencurian. Bahkan, saat anda dikata-katai sebagai "anjing" misalnya, anda tidak serta mereta menjadi anjing. Namanya ayam, meskipun di katakan kambing dia tetap akan berkokok. Tidak ada yang berubah dengan hanya sebuah stigma atau pun prejudice tertentu.

Jack Micardle menceritakan suatu ketika Abraham Lincoln bertanya kepada dewan, "Berapa kaki yang dimiliki seekor kambing bila ekornya Anda sebut sebagai kaki juga?"

"Lima." Jawab mereka serempak.

"Tidak," kata Lincoln, "tetap saja kakinya empat. Menyebut ekor sebagai kaki bukan berarti membuat ekor itu benar-benar menjadi kaki."

Yang merubah seseorang adalah dirinya sendiri. Jikapun, orang lain menilai kita telah berubah karena prasangka prasangka dari luar, pastikan itu hanya seolah-olah diri kita. Sehingga kita tetap merdeka untuk terus saja bersikap apa adanya. 

Tetaplah yakin dan percaya diri berbuat apa yang menurut kita baik dan benar. Jadikan kritik dan bahkan mungkin cemooh sebagai bahan ajar untuk menjadi lebih baik. Kita tidak akan menjadi terhina karena salah atau gagal melakukan sesuatu, asalkan kita telah berusaha dengan sungguh-sungguh.

Syarif_Enha@Semarang2009

*Pernah dimuat dalam Majalah Pesan Trend Edisi 4\Th. I Agustus 2009

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun