Pernah saya berfikir untuk kembali ke masa lalu agar keadaan saya saat ini bisa lebih baik. Namun dalam sekejap pikiran-pikiran itu menguap seiring dengan datangnya logika yang memercikkan nalar sehat ilmiah. "Tidak mungkin!" Kata suara aneh yang tiba-tiba bergema di balik dinding kamar. Dalam setengah berbisik suara itu menysup ke dalam telinga.
Benarkah kita tidak bisa kembali ke masa lalu untuk masa depan? Untuk pertanyaan ini tidak memerlukan jawaban. Namun coba kita urai dahulu apakah itu sejarah sehingga perlu kita mengusiknya? Dalam pengertian sederhana, sejarah selalu berarti peristiwa yang telah lampau dan bersifat pasti, tidak bisa dirubah alur dan deret ceritanya. Memang kita tidak akan bisa mengubah sejarah itu, namun kita jelas bisa merubah cara pandang kita pada sebuah sejarah.
Bangsa Indonesia memiliki sejarah yang gelap dalam daur penjajahan yang panjang. Apakah hendak kita kembali ke masa lalu dan berusaha meniadakan penjajahan itu sejak mulanya? Saya kira itu bukan saja menyalahi sebuah logika sehat, namun sudah menentang alam yang bergerak dalam deret yang teratur dan irama yang pasti. Yang dapat kita lakukan adalah memilih optik pandang yang tepat dalam membaca sejarah tersebut, sehingga sejarah bukan saja menjadi sebuah dongeng yang sambil lalu dan tidak berarti sama sekali. Di sinilah optik itu akan mampu menemukan gumpalan-gumpalan yang disebut makna.
Dalam wilayah cakrawala makna inilah seseorang atau siapapun bisa mengembara tak terbatas. Dia atau siapa saja bisa saja kembali pada titik-titik waktu dan ruang yang telah lewat untuk menemukan arti dan rahasia-rahasia yang tersimpan. Dari sanalah sejarah kemudian akan menjadi berwarna dan bisa saja berubah sama sekali. Sebuah peristiwa kematian seorang anak manusia, dapat saja berarti kelahiran dari berbagai banyak kemungkinan yang terbuka kemudian, sehingga roda waktu sejarah berjalan begitu mulus sampai titik manusia berdiri di masa sekarang. Dengan demikian, pengembaraan kita pada masa lalu akan benar-benar memberikan pengaruh pada titik pijak kita di masa sekarang bahkan mungkin untuk masa yang akan datang dan tak terbatas.
"Sudah-sudah! Saya sudah cukup mengerti itu. Mengulang waktu adalah sebuah kekonyolan, namun bagaimana dengan berbagai ramalan? Bisakah kita melampaui waktu untuk menyiapkan apa-apa saja yang kita butuhkan nanti ketika sampai pada waktunya, sehingga tidak perlu begitu khawatir dengan banyak kekurangan ini dan itu?" Saya mencoba mencegah ocehan suara yang ngelantur itu. Namun sungguh saya telah dibuat bingung dengan jawabannya...
Hmm...ternyata kamu cukup bodoh untuk seorang yang mengaku berpendidikan. Apakah jari-jarimu tidak pernah menulisakan cerita, apakah telingamu tak sekalipun mendengar kisah, dan apakah matamu tak juga menemukan begitu banyak ilham yang menghampar? Dengan apa kau menulisakan barisan kata-kata ini? atas jasa siapa kamu bisa bercakap dengan saudara di berbagai belahan dunia? dan mestinya kau berterima kasih untuk orang-orang yang telah melampaui waktu berjalan jauh ke masa depan, sehingga monitor dapat menampilkan deretan makna dari hasil tarian jemarimu? Tidakkah semua itu telah disiapkan oleh-orang-orang yang kini kau sebut sebagai orang-orang "di masa lalu"? Syarif_Enha.
Semarang, 23 April 2010