Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Puasa dan Lelaku Versi Jawa

27 Mei 2020   03:21 Diperbarui: 27 Mei 2020   03:22 2231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Puasa merupakan suatu ritual yang dianjurkan untuk dilakukan oleh hampir semua agama dan aliran kepercayaan. Bahkan banyak jenis hewan yang melakukan "puasa" dalam satu rentang hidup mereka. Ular harus mengurung diri beberapa hari sebelum melakukan pergantian kulit. Ulat harus membungkus diri dalam kepompong untuk kemudian berubah menjadi kupu-kupu.

Begitu juga dalam masyarakat Jawa, jauh sebelum agama-agama samawi masuk, telah mengenal istilah tapa, yang artinya kurang lebih adalah upaya pengendalian diri dalam bentuk meditasi untuk mencapai ketenangan batin, mencapai manunggaling kawula lan Gusti, ataupun hanya sekedar praktek kesehatan medis.

Pada intinya, tapa ini adalah suatu tindakan untuk mematikan keinginan ragawi untuk bisa menemukan titik ketenangan rohani yang paling inti. Dengan kata lain, tapa atau semedi ini dilakukan untuk pencapaian tingkat kualitas kemanusiaan yang tertinggi.

Dalam Ensiklopedi Kebudayaan Jawa, Purwadi mengemukakan ada banyak jenis tapa yang dikenal dalam dunia Jawa. Tapa kungkum, tapa mendem, tapa mutih, tapa ngalong, tapa ngeli, tapa ngrame, tapa ngrawat, tapa ngebleng, tapa nggantung, tapa ngidang, dan tapa pati geni. 

Semua jenis tapa ini, memiliki spesifikasi tindakan dan tujuan yang berbeda-beda. Seperti tapa kungkum dilakukan dengan menenggelamkan diri sampai batas leher dalam waktu tertentu. Tapa ngrawat, tapa yang hanya makan sayur-sayuran selama tujuh hari tujuh malam. Tapa pati geni, yaitu tapa tidak makan makanan yang dimasak dengan api selama sehari semalam.

Selain berbagai jenis tapa di atas, manusia Jawa juga melakukan tapa yang berhubungan dengan pengendalian jiwa dan anggota badan. Bersamaan dengan tapa, juga melakukan semacam pengorbanan atau zakat yang harus dilakukan untuk menyempurnakan.

  1. Badan, tapanya berlaku sopan santun, zakatnya rajin atau gemar berbuat kebajikan.
  2. Hati atau budi, tapanya dengan rela dan sabar, zakatnya bersih dari prasangka buruk.
  3. Nafsu, tapanya berhati ikhlas, zakatnya tabah menjalani cobaan dalam sengsara dan mengampuni kesalahan.
  4. Nyawa (roh), tapanya berlaku jujur, zakatnya tidak mengganggu orang lain dan tidak mencela.
  5. Rahsa, tapanya berlaku utama, zakatnya suka dan menyesali kesalahan (tobat).
  6. Cahaya (nur), tapanya berlaku suci, zakatnya berhati bening.
  7. Atma (hayyu), tapanya berhati awas, zakatnya berhati selalu ingat.

Setiap bagian tubuh manusia secara fisikpun mesti dikendalikan dengan tapa agar dapat meraih hidup dalam kesempurnaan. Mata, telinga, hidung, lisan, aurat, tangan, kaki, semuanya harus dikendalikan untuk tidak berbuat buruk dan diarahkan untuk bisa melakukan derma kebaikan kepada siapapun. Seperti mata, tapanya dengan mengurangi tidur, lisan dengan mengurangi bicara, dan seterusnya.

Sementara itu, ajaran tertinggi pada manusia Jawa adalah manunggaling kawula lan Gusti, sehingga setiap manusia mestinya selalu berusaha untuk mendapatkan pengalaman tersebut.

Untuk memperoleh pengalaman tersebut, artinya agar menjadi manusia Jawa yang sejati, orang itu harus melakukan tapa. Menurut Ki Ageng Suryo Mentaram, seorang tokoh Jawa terkenal, setiap manusia harus menjalankan tujuh macam tapa, yaitu:

  1. Tapa Jasad, yakni laku jasmani. Hati agar dibersihkan dari sifat benci dan sakit hati, rela atas nasibnya, merasa dirinya lemah, tak berdaya. Hal ini merupakan tingkah laku yang berada dalam tataran syariat.
  2. Tapa budi, yaitu laku batin atau laku tarekat. Hati harus jujur, menjauhi berbuat dusta, segala janji harus ditepati.
  3. Tapa hawa nafsu, yakni berjiwa sabar dan alim serta suka memaafkan kesalahan-kesalahan orang lain. Walaupun kita dianiaya orang lain, lebih baik diserahkan kepada Allah SWT, agar diampuni dosanya.
  4. Tapa brata atau tapa rasa sejati, yakni memaksa diri melakukan semedi, mencapai ketenangan batin (bening--beninge kalbu).
  5. Tapa sukma, yaitu bermurah hati (ambek prama arta) dengan rela ikhlas mendermakan apa yang dimiliki. Jangan suka mengganggu orang lain dan agar dapat mengemong hati orang lain.
  6. Tapa cahaya yang memancarkan (cahya amuncar), yaitu agar hati selalu awas dan ingat, mengerti lahir dan batin, sanggup mengenal yang rumit antara yang palsu dan yang sejati. Selalu mengutaman tindak yang mendatangkan keselamatan, suka membuat terang hati orang yang sedang kesulitan dengan jalan mendermakan tenaga, harta, dan pikiran (ilmunya).
  7. Tapa hidup (tapaning urip), yakni hidup dengan penuh kehati-hatian dengan hati yang teguh, dengan hati yang percaya teguh tidak khawatir terhadap apa yang akan menjadi lantaran yakin akan kebijakan Allah SWT.

Tapa Vs Puasa

Pengertian Puasa dalam Islam sebagaimana kita ketahui adalah menahan diri dari makan dan minum dan segala hal yang memabatalkannya sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Artinya secara syariat, selama kita bisa menahan diri dari semua itu, maka puasa kita sudah dianggap sah. Namun apakah secara nilai, puasa dalam Islam hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum saja?

Puasa sebagaimana tujuan awalnya yaitu untuk meningkatkan ketaqwaan individu, maka sudah semestinya memiliki sasaran kualitas yang lebih tinggi daripada sekedar menahan lapar dan dahaga.

Puasa harus mampu membentuk diri seorang muslim untuk lebih ikhlas, lebih lembut, lebih rendah hati, lebih mampu mengendalikan emosi, lebih tebal keyakinan imannya, lebih jernih ketulusan jiwanya, dan dampak positif lainnya yang membekas dalam perilaku kesehariannya.

Tapa dalam dunia Jawa yang juga merupakan media latihan batin untuk menyempurnakan tingkat kualitas manusia, memiliki tahap dan tujuan yang hampir serupa dengan puasa. Hanya saja, puasa adalah sebuah perintah Allah yang bersifat transenden dan rahasia antara pelaku dan Allah saja, sedangkan tapa merupakan upaya manusia sendiri untuk berusaha mencapai tingkatan kualitas manusia yang tertinggi.

Ada kedekatan konsep dalam tataran horizontal dari hasil atau output puasa dan tapa, yaitu terciptanya manusia yang memiliki semangat sosial dan berderma kepada sesamanya. Agaknya inilah mengapa Islam dahulu dengan mudah disisipkan oleh para pendakwah Wali Songo, yang secara intens telah melakukan pencerahan.

Akhirnya, apakah dengan adanya puasa sebagaimana diperintahkan dalam agama Islam yang dianut oleh umat Islam Jawa, meniadakan kegiatan tapa yang sejak dahulu sudah dikenal?

Ternyata bagi sebagian kelompok komunitas Jawa, tapa masih menjadi salah satu metode untuk menemukan kedalaman batin. Meski kemudian tapa diistilahkan dengan puasa dan diisi dengan berbagai bacaan wirid.

Kita lazim mendengar bagi orang-orang yang ingin mendapatkan ilmu kesaktian, sebelumnya harus mau melakukan puasa mutih, atau puasa ngrawat, ngebleng, pati geni atau apapun, yang tujuannnya untuk mendapatkan kebersihan jiwa sebelum ilmu kesaktian tersebut dipelajari.

Jika ditinjau dari segi sosiologi, adanya puasa mutih, pati geni dan sebagainya itu tidak menjadi sebuah persoalan. Dalam satu sisi hal itu bisa dimaknai sebagai satu titik keseimbangan antara manusia dengan alam beserta isinya.

Namun jika dilihat dari segi akidah Islam, maka hal ini menjadi sebuah persoalan. Adanya tujuan akhir ibadah dan perilaku lain selain untuk Allah SWT dapat disebut syirik.

Barangkali kondisi di atas merupakan warisan para dai penyebar Islam di Jawa, yang berusaha mengawinkan antara tradisi dan agama. Dan tugas para wali tersebut belum selesai.

Tugas kita sekarang, bukan untuk mematikan tradisi, tetapi untuk meluruskan niat. Bahwa puasa sejatinya dalam Islam adalah usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan meningkatkan ketaqwaan kita kepadaNya semata.

*Pernah dimuat dalam Majalah Pesan Trend Edisi 4/Th. I Agustus 2009

Syarif_Enha@Semarang_2010

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun