Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan Dana Pensiun

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Ketua Dewas DPLK SAM - Humas ADPI - Asesor LSP Dana Pensiun Lisensi BNSP - Edukator Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 54 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Tidak Apa di-PHK, Asal Pekerja Tuntut Hak Uang Pesangon Sesuai Regulasi

11 Juni 2025   12:41 Diperbarui: 11 Juni 2025   12:41 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pekerja yang di PHK (Sumber: Disway)

Lagi banyak beredar di berita dan grup WA terkait berbagai perusahaan yang akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada karyawannya. Menurut berita, ada mau PHK 200 pegawai, ada yang 500, bahkan ada yang ribuan. Mungkin dalam kondisi ekonmi global yang tidak baik-baik saja, mungkin PHK sulit dihindari. Secara regulasi, PHK memang diperbolehkan asal dilakukan sesuai prosedur dan regulasi yang berlaku, dan yang terpenting hak-hak pekerja dipenuhi, terutama pesangon.

UU No. 6/2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, sudah mengatur dengan tegas. Pasal 156 ayat (1) menyebutkan "Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima". Jadi bila terjadi PHK, maka perusahaan wajib hukumnya membayar uang pesangon (UP), uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan uang penggantian hak (UPH). Sesuai aturan, pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat terjadi akibat 1) pekerja pensiun, 2) pekerja meninggal dunia, atau 3) pekerja di-PHK akibat efisiensi perusahaan. Bila mau lebih rinci, UU 6/2023 pyn mengatur 17 alasan sebab terjadinya PHK. Mulai dari penggabungan, peleburan, efisiensi, perusahaan merugi, force majeure, perusahaan pailit, pekerja mengajukan PHK akibat perbuatan melanggar, sakit berkepanjangan, cacat, usia pensiun, atau meninggal dunia.

Oleh karena itu, bagi perusahaan atau pemberi kerja, patut dipahami PHK sah secara hukum jika 1) ada alasan yang sah menurut undang-undang (misalnya efisiensi, pailit, pelanggaran berat), 2) prosedur PHK dijalankan (bisa melalui bipartit, mediasi, atau PHI), dan 3) hak-hak pekerja dibayar penuh: pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak (tunjangan cuti, THR proporsional, dsb.).

Sementara untuk pekerja atau karyawan, harus dipahami. Terkadang, PHK sulit dihindari akibat kondisi bisnis perusahaan. Akan tetapi, pekerja wajib paham akan hak-haknya bila mengallami PHK. Aturannya, pekerja yang terkena PHK atas sebab apapun, maka berhak memperoleh sejumlah: a) uang pesangon (UP), b) uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan c) uang penggantian hak (UPH) seperti cuti tahunan dan biaya ongkos pekerja. Karena itu, setiap pekerja harus tahu aturan mainnya, sebagaiman ditegaskan dalam PP No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

Sebagai contoh, sebut saja si Kuple, pekerja yang di-PHK atas sebab EFISIENSI PERUSAHAAN. Dengan masa kerja l20 tahun dan upah terakhirnya Rp. 10 juta, maka si Kuple sebagai pekerja berhak mendapat UP -- UPMK -- UPH dengan perhitungan sebagai berikut:

-- Uang Pesangon = 9 kali X 1 X Rp. 10 juta = 90 juta

-- Uang Penghargaan Masa Kerja = 7 kali X Rp. 10 juta = 70 juta

-- UPH = 1 kali X Rp. 10 juta = 10 juta

Maka, uang pesangon yang diperoleh si Kuple saat PHK sebesar Rp. 170 juta.

Berikut tabel perhitungan Uang Pesangon (UP) dan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) sesuai UU Cipta Kerja (pada gambar).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun