Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan Dana Pensiun

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Ketua Dewas DPLK SAM - Humas ADPI - Asesor LSP Dana Pensiun Lisensi BNSP - Edukator Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 54 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pak Le, Kita Mau Bangkit ke Mana? (Catatan Harkitnas)

20 Mei 2025   17:00 Diperbarui: 20 Mei 2025   17:19 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kita mau bangkit dari apa? (sumber: pribadi)

Katanya 20 Mei hari kebangkitan nasional ya. Kita mau bangkit dari apa dan kemana Pak Le? Lah kok kebohongan jadi dipercaya oleh banyak orang, terus mau bangkit apa? Ijazah palsu nggak kelar-kelar, premanisme nggak beres-beres, korupsi nggak abis-abisa, PHK dimana-mana. Yang lapar tetap lapar, terus disuruh bangkit ke mana? 

Susah Pak Le bangkit. Ketika kebohongan udah jadi "kebenaran umum". Asal orang banyak yakin maka benarnya mereka, meskipun tidak pernah diuji. Bahaya Pak Le, apa yang kita bukan saja keliru. Tapi mengerikan karena semakin banyak kepala yang menyetujui tanpa berpikir ulang. Di hari kebangkitan nasional kok rasionalitas dikalahkan oleh konsensus. Kebaikan kalah sama premanisme. Itu fakta Pak Le.

Pak Le sudah tahu belum? Zaman begini, kebohongan massal itu sering menyelinap lewat propaganda, dogma, atau kebiasaan yang diwariskan. Kebijakan pun dibuat sering diakali. Untuk menindas kaum yang lemah, membiarkan rakyat yang terlantar. Tidak sedikit orang tumbuh dari ketidaktahuan, dipelihara oleh kenyamanan, dan dibela oleh rasa takut terhadap perbedaan. Takut akan oknum, takut berkata benar bila akhirnya dianggap salah. Sekarang ini melawan kebobrokan tidak lagi bisa dengan kata-kata. Susah banget menyampaikan kebenaran bila akhirnya dikebiri, bahkan disingkirkan. Makin sulit membongkar keburukan bila akhirnya harus kehilangan reputasi. Terus, kita mau bangkit dari apa?

Banyak orang hari ini sudah tidak percaya satu sama lain. Apatis dan tidak peduli lagi. Membaca buku sudah kalah dari gawai. Introspeksi diri tersingkir oleh gaya hidup. Berlomba unjuk kemewahan dan pujian, sambil membanding-bandingkan diri. Bangkit untuk citra pribadi, bangkit biar dibilang keren. Itulah artinya kebangkitan Pak Le?

Ironi sekali Pak Le. Makin banyak di antara kita yang makin percaya pada sebuah kebohongan. Semakin besar pula risiko bagi siapa pun yang mencoba membongkarnya. Keberanian tidak lagi cukup untuk melawan kebohongan. Intelektual dan keteguhan hati pun kian tidak berdaya melawan kepalsuan. Arusnya terlalu kuat, bila melawan pun malah jadi salah.

Hari Kebangkitan Nasional mungkin masih keyinggian. Hari ini cukup dengan hari kesadaran nasional saja. Sebagai momen untuk membangun kesadaran nasional baru. Untuk berpegang pada kejujuran, kebenaran, dan keberanian untuk berbuat baik. Sadar atas apa yang sudah diperbuat dan bagaimana ke depannya? Karena "sadar" itu artinya insaf; merasa; tahu dan mengerti (kata sifat) atau ingat kembali (kata kerja). Maka siapa pun, harus menyadari, menginsafi, atau memahami keadaan yang sesungguhnya. Agar tetap objektif dan berpihak pada realitas. 

Sadar, untuk mau berbuat baik dan menebar manfaat di mana pun dan hingga kapanpun. Salam literasi!

Anak-anak TBM Lentera Pustaka (Sumber: TBM Lentera Pustaka)
Anak-anak TBM Lentera Pustaka (Sumber: TBM Lentera Pustaka)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun