Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gaya Hidup: 5 Perbedaan yang Wajib Kamu Tahu antara Smartphone dan DPLK?

25 Mei 2023   06:05 Diperbarui: 25 Mei 2023   07:32 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Desain pribadi

Di era digital begini, gaya hidup bisa dibilang "cetar membahana". Tidak sedikit orang berlomba-lomba untuk mengumbar gaya hidup atau lifestyle. Gaya hidup dianggap sebagai simbol status sosial seseorang. Makanya, tidak sedikit orang mempertontonkan gaya hidupnya. Sebut saja, flexing atau pamer terhadap harta dan kekayaan yang dimiliki.

Gaya hidup, sejatinya konsep "lebih baru" yang lebih mudah diukur daripada kepribadian. Karena gaya hidup bicara soal bagaimana seseorang menggunakan uang dan waktunya. Tentang cara membelanjakan uangnya dan memanfaatkan waktunya. Dari sekian banyak gaya hidup, smartphone (gawai canggih) dan DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) juga termasuk gaya hidup. Bedanya, smartphone jadi gaya hidup bisa dilihat langsung hasilnya hari ini. Sementara DPLK hanya sebuah gaya hidup yang baru bisa dinikmati hasilnya saat usia pensiun tiba. 

Nah, mungkin publik harus tahu. Apa bedanya smartphone dan DPLK sebagai gaya hidup. Agar dapat menjadi bahan perenungan, tentang gaya hidup mana yang mau dipilih. Setidaknya ada 5 (lima) perbedaaan utama antara smartphone dan DPLK sebagai gaya hidup, antara lain:

1. Smartphone sebagai gaya hidup "tidak perlu edukasi" sudah banyak yang membeli, sementara DPLK sekalipun aktif memberi edukasi belum tentu dibeli.

2. Smartphone bisa dibawa kemana-mana dan terlihat secara fisik, sementara DPLK hanya bisa dibawa untuk hari tua atau masa pensiun dan belum terlihat fisiknya di masa sekarang.

3. Smartphone manfaatnya dirasakan langsung saat sekarang tanpa mengenal pensiun, sementara DPLK manfaatnya baru bisa dirasakan seseorang saat pensiun alias saat berhenti bekerja.

4. Smartphone bisa diakses di mana-mana (toko maupun online), sementara DPLK belum bisa diakses di mana-mana, masih terbatas.

5. Smartphone di Indonesia penggunanya mencapai 202,6 juta orang, sementara DPLK baru mencapai 4,6 juta orang.

Memang perbandingan smartphone dan DPLK "terkesan" dipaksakan. Tapi pasti bisa jadi pembelajaran. Bahwa ada dua gaya hidup yang realitasnya "jauh berbeda". Namun begitu, smartphone dan DPLK sebagai gaya hidup punya kesamaan yang substansial. Yaitu keduanya sama-sama berguna untuk "mengirimkan pesan", pesan untuk hari ini dan pesan untuk masa pensiun. Dan keduanya, baik smartphone maupun DPLK, sama-sama membutuhkan teknologi yang semakin canggih untuk memudahkan komunikasi para penggunanya. 

Khusus soal DPLK, sayangnya 9 dari 10 pekerja di Indonesia sama sekali tidak siap untuk pensiun. Hal ini terjadi karena tidak adanya perencanaan masa pensiun. Banyak pekerja tidak mengalokasikan tabungan untuk hari tua. Maka konsekuensinya, saat ini 70% pensiunan di Indonesia mengalami masalah keuangan. Padahal, DPLK harusnya mampu menjadi "alat komunikasi" paling utama untuk mempersiapkan masa pensiun yang nyaman dan sejahtera. Karena siapapun, bila mempunyai DPLK, akan memperoleh 5 (lima) manfaat penting di masa depan, yaitu: 1) adanya jaminan kesinambungan penghasilan di masa pensiun, 2) tersedianya dana yang "pasti" untuk hari tua, 3) ada hasil investasi yang optimal, 4) mendapat insentif perpajakan, dan 5) bersifat fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kondisi keuangan siapapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun