Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sudahkah Merasa Cukup atas Apa yang Dimiliki?

24 Maret 2023   22:52 Diperbarui: 24 Maret 2023   23:21 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Pernahkah kita berpikir berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk memikirkan apa yang dimiliki orang lain daripada yang kita miliki? Selalu takjub atas apa yang dicapai orang lain daripada apa yang bis akita lakukan? Pikiran itulah yang jadi sebab kita selalu merasa kekurangan dalam hidup.

Maka, salah satu hikmah puasa adalah menegaskan pentingnya sikap "merasa cukup" atas apa yang dimiliki. Merasa cukup itulah kekayaan sejati yang dimiliki siapapun. Jika merasa cukup atas apa yang kita miliki maka kita sudah kaya. Kaya itu keadaan di mana kita tidak lagi punya banyak keinginan. Sebaliknya, siapapun yang masih berlimpah keinginan berarti itu belum kaya. Maka merasa cukup itulah yang membebaskan kita dari penderitaan. Akibat keinginan-keinginan dan nafsu dunia yang tidak berkesudahan.

Merasa cukup atas apa yang dimiliki, atas apa yang dipunya. Berjiwa qanaah terbukti lebih tenang. Tidak ada hal yang perlu dirisaukan. Sahur apa adanya, berbuka puasa pun apa adanya. Karena banyak atau sedikit, kaya atau miskin itu yang penting berkahnya. Bukan jumlahnya, bukan pula apa yang tampak secara fisik. Karena banyak orang yang mengumpulkan harta dan kekayaaan tapi tidak pernah merasa cukup. Bahkan tidak pernah menikmatinya akibat kesibukannya mencari dan mencari. 

Banyak orang ingin hidup berlimpah harta. Ingin punya mobil rubicon. Ingin punya rumah mewah. Pengen ini pengen itu. Terlalu banyak yang diinginkan walau hanya bersifat duniawi. Bila kita mampu mengendalikan keinginan tersebut, maka keinginan itulah yang akan mengendalikan kita. Maka di situ, hawa nafsu meraih kemenangan sejati.

Merasa cukup itu penting. Karena siapapun bila tidak pernah merasa cukup maka akan menderita. Bahkan tidak sedikit yang melanggar hukum, mulai dari mencuri, merampok, mengambil yang bukan haknya, bahkan korupsi. Seperti mereka yang flexing atau bergaya pamer atas harta dan kekayaannya kini berurusan dengan KPK. Semua itu muaranya karena perasaan tidak pernah cukup. Maka terus-menerus mengejar dunia. Hingga lupa, apa yang harus diperbuat di dunia ini? Lupa, katanya harta dan kekayaan tidak akan dibawa mati.

Jadi, katakan alhamdulillah. Karena merasa cukup atas apa yang dimiliki. Dan semua yang dimiliki memang pantas untuk kita. Sambil terus bertindak sabar dan syukur dalam segala keadaan. Karena sabar dan syukur-lah yang mampu mengangkal dari segala penyakit hati, terutama sikap selalu merasa kurang atau punya keinginan yang berlebihan. 

Sambil mengingat terus, pesan Rasulullah SAW, "Kekayaan bukanlah diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Namun, kekayaan adalah hati yang selalu merasa cukup." (HR Bukhari). Salam literasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun