Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hikmah Kasus Irjen FS, Pentingnya untuk Menahan Diri

12 Agustus 2022   14:08 Diperbarui: 12 Agustus 2022   14:19 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belajar dari kasus Irjen FS atas penembakan Brigadir J, betapa pentingnya arti "menahan diri". Iya, menahan dari emosi, amarah, kebencian, menzolimi bahkan menganiaya siapa pun. 

Menahan diri dari segala hal yang buruk dan jelek. Sekalipun lingkungan sekitar begitu buruk atau diperlakukan dengan tidak baik. Siapa pun tanpa terkecuali, harus berani dan mampu menahan diri.

Menahan diri mamang tidak mudah. Karena saat ini banyak orang gemar bicara yang jelek-jelek. Sesuatu yang buruk malah dijadikan gunjingan. Sementara yang baik justru didiamkan. 

Gibah, gunjing, menghujat bahkan mencaci-maki dianggap hal yang lazim di zaman begini. Makanya, makanan-makanan dengan merek seperti Makaroni NGEHE. Rawon SETAN, dan Nasi Goreng IBLIS sangat laku. Entah mengapa, karena rasanya atau merek-nya?

Hari ini banyak orang mudah sakit. Bukan karena tidak punya uang, bukan karena kurang. Tapi karena gagal menahan diri. Apa saja maunya dilampiaskan. Apalagi di media sosial, merasa akun punya sendiri. Seolah boleh dan sah mau apa saja. Berkata-kata kotor, mengumbar aib, hingga kepo urusan orang. 

Belum lagi yang membenci dan menghujat pemimpinnya, siapa pun dia. Akhirnya tidak bisa objektif, tidak lagi realistis. Kenapa? Karena gagal menahan diri. 

Karena itulah, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak bukan hanya jadi tempat membaca. Tapi jadi sarana untuk menahan diri. 

Melalui aktivitas literasi seperti membaca, berantas buta aksara, kelas prasekolah, anak difabel, motor baca keliling, koperasi simpan pinjam, hingga anak yatim dan jompo binaan. Pendiri, wali baca, dan relawan berkiprah untuk sosial sekaligus berlatih menahan diri.

Pegiat literasi di taman bacaan menyadari. Niat dan perbuatan baik di taman bacaan yang melayani lebih dari 130-anak belum tentu baik di hadapan Allah SWT. Hanya ikhtiar yang baik. Apalagi menjelek-jelekkan orang lain, apalagi bergubah tentang orang lain. Selain tidak literat, mau apa memangnya hidup ini?

Seperti kata Pak Bima Arya (Walikota Bogor) saat berkunjung ke TBM Lentera Pustaka pada 2021 lalu. "Taman bacaan dan membaca buku itu baik, maka harus dibiasakan. Sehingga anak-anak belajar saling menghargai, bukan saling menentang" katanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun