Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Literasi Menuding Orang Lain, Tanya Diri Sendiri Sehat atau Nggak?

19 April 2022   09:29 Diperbarui: 19 April 2022   09:33 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Zaman boleh canggih, fasilitasnya digitalnya pun boleh hebat. Tapi itu semua bukan jaminan hidup orangnya jadi lebih sehat. Buktinya gampang, apa karena benci terus boleh mengeroyok dan melukai orang yang tidak disukainya? Tiap hari sibuk di medsos tapi hanya sibuk nge-share hoaks, fitnah, dan sedikit ujaran kebencian. Begitu viral, bilangnya hanya becanda. Tanya diri sendiri, saya sehat atau nggak?

Ada lagi anak muda di BEM SI, tiba-tiba menyebut "masyarakat dapat memperoleh kebebasan dan kesejahteraan di era Orde Baru". Apa dia sudah lahir di zaman orba? Jadi apa dasar dia bicara begitu? Pengalaman, pengetahuan, atau perasaan? Ini bukan soal kritik atau kebebasan berbicara. Tapi soal sikap ilmiah. Sebuah sikap untuk berhati-hati dan tidak berbicara apa yang tidak dikuasai ilmunya. Maka saya pun harus bertanya lagi, saya sehat atau nggak?

Tanya diri sendiri dulu, sehat atau nggak?

Sehat itu kata penting untuk setiap orang. Sehat pikiran, sehat sikap, dan sehat perilaku dan ocehannya. Nasihatnya, internet disuruh sehat. Kompetisi yang sehat. Hidup disuruh sehat. Puasa maunya sehat. Tapi pikiran dan perilakunya kok malah tidak sehat. Hatinya pun sakit. Akibat sikap egosi dan merasa paling benar sendiri. Hidup, dalam pikirannya, seolah-olah isinya keburukan dan kejelekan. Orang lain buruk, bangsanya jelek, dan pemimpinnya selalu dibenci. Hingga lupa bersyukur dalam hidup, dan sulit membangun pikiran yang baik dan positif. Hari-hari hidupnya bermentalitas jadi "korban". Lalu menyalahkan keadaan dan orang lain. Lebih baik bertanya pada diri sendiri, sehat atau nggak?

Jadi tanya pada diri sendiri saja, sehat atau nggak?

Anda selalu tidak suka pada orang yang Anda benci tapi meraih kesuksesan dan kemajuan. Anda selalu berharap dan berdoa agar orang yang Anda benci gagal dalam hidupnya. Anda bergembira bila musuh Anda mengalami masalah dan dilukai. Atau Anda menebar hoaks agar orang lain yang Anda benci bercitra buruk. Anda membangun opini buruk agar orang lain ikut atas kebencian yang Anda miliki. Bila begitu sikap Anda, lalu orang lain harus berdoa apa untuk Anda? Coba deh tanya diri sendiri dulu, Anda sehat atau nggak?

Katanya ini bulan puasa, bulannya ibadah. Tapi kenapa gagal menahan diri? Puasa itu bukan hanya menaham lapar dan haus, Tapi harus mampu menahan diri pula dari pikiran negatif, perilaku jelek, bahkan ocehan yang tidak berguna. Agar ibadah puasanya tidak sia-sia. Kan katanya ada hadistnya, "Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan sesuatu dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga (HR An-Nasa'i)". Kok bisa? Tentu karena, orang yang berpuasa gagal mencegah dirinya dari hal-hal buruk. Puasa tapi tetap gibah, berpikir negatif, berkomentar buruk. Bahkan puasa tapi tidak sholat. Yah wajar, puasanya tidak mandapatkan pahala kecuali lapar dan dahaga.

Tanya diri sendiri, sehat atau nggak?

Seperti aktivitas taman bacaan dan literasi yang dilakukan TBM Lenteta Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Sekalipun perbuatan baik untuk menyediakan akses bacaan, taman bacaan pun tidak luput dari prasangka buruk dan kebencian. Dari orang-orang yang tidak suka dan membenci taman bacaan. Melarang anaknya membaca buku, membiarkan anak-anak yang putus sekolah lalu terjerembab pada pernikahan dini, nongkrong yang tidak jelas. Jangan membantu aktivitas taman bacaan, malah membencinya. Maka bertanyalah pada diri sendiri, saya sehat atau nggak?

Kadang, banyak orang makin aneh. Zaman makin canggih tapi makin berpikir kerdil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun