Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

TBM Edutainment, Cara Beda Kelola Taman Bacaan di Era Digital

27 November 2021   08:44 Diperbarui: 27 November 2021   08:57 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Saat merenung sejenak. Kenapa banyak taman bacaan di Indonesia seperti kepayahan. Membangun tradisi baca seperti tergopoh-gopoh. Seperti "ada tapi tiada" atau sebaliknya. Hidup mau, mati pun enggan. Bisa jadi, kondisi itu terjadi akibat 3 sebab. Yaitu 1) buku ada anak tidak ada, 2) anak ada buku tidak ada, dan 3) komitmen pengelola taman bacaan yang setengah hati, tidak sepenuh hati.

Sulit dibantah siapapun. Membangun giat membaca memang tidak mudah. Mengubah perilaku anak-anak yang terbiasa main menjadi dekat dengan buku tidak semudah membalik telapak tangan. Pegiat literasi atau relawan pun "jatuh bangun" berkiprah di taman bacaan. Mak saat berada di taman bacaan, siapa pun bukan hanya butuh niat dan tekad kuat. Tapi komitmen dan konsistensi untuk menjalankan aktivitas membaca sangat diperlukan. Sabar pun tidak cukup. Tanpa dibarengi sikap "tutup kuping" dari prasangka dan harus lebih kreatif. Agar eksistensi taman bacaan dan tradidi membaca benar-benar tercipta. Karena taman bacaan sejatinya, bukan sekadar tempat membaca. Tapi ikhtiar membangun peradaban masyarakat.

Maka mau tidak mau, taman bacaan atau membangun tradisi baca di mana pun. Harus ada cara yang beda. Beda dalam memperlakukan anak-anak yang membaca, beda dalam membuat program literasi. Dan beda pula dalam tata Kelola taman bacaan. Itu berarti, taman bacaan harus lebih kreatif, lebih dinamis. Karena memang tidak ada "teori paling benar" dalam mengelola taman bacaan, dalam aktivitas literasi.

Taman bacaan dan kegiatan membaca harus jadi aktivitas yang menyenangkan. Taman bacaan hari ini harus asyik. Karena selama ini, taman bacaan dianggap kurang asyik dan terlalu membosankan. Jadi resepnya sederhana, jadikan taman bacaan tidak membosankan. Gimana caranya, maka pikirkanlah jalan keluarnya.

Sekadar berbagi cerita saja. TBM Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor. Tepatnya di Kampung Warung Loa Desa Sukaluyu. Daerah ini bolehlah disebut kawasan prasejahtera. Angka putus sekolah anak pun tinggi, 81% SD. Plus tingkat ekonomi yang minus. Maka anak-anak pun sama sekali tidak punya akses bacaan. Daerah yang jauh dari tradisi baca sebelumnya.

Tapi kini, sejak TBM Lentera Pustaka hadir 4 tahun lalu semuanya telah berbeda. Taman bacaan sudah jadi "rumah" bagi  250 pengguna layanan taman bacaan. TBM Lentera Pustaka pun terus berkembang dan kini menjalankan 12 program literasi seperti: 1) TABA (TAman BAcaan) dengan 160 anak pembaca aktif dari 3 desa (Sukaluyu, Tamansari, Sukajaya) dengan waktu baca 3 kali seminggu, kini setiap anak mampu membaca 5-8 buku per minggu, 2) GEBERBURA (GErakan BERantas BUta aksaRA) yang diikuti 9 warga belajar buta huruf agar terbebas dari belenggu buta aksara, 3) KEPRA (Kelas PRAsekolah) dengan 26 anak usia prasekolah, 4) YABI (YAtim BInaan) dengan 14 anak yatim yang disantuni dan 4 diantaranya dibeasiswai, 5) JOMBI (JOMpo BInaan) dengan 8 jompo usia lanjut, 6) TBM Ramah Difabel dengan 3 anak difabel, 7) KOPERASI LENTERA dengan 31 ibu-ibu anggota koperasi simpan pinjam agar terhindar dari jeratan rentenir dan utang berbunga tinggi, 8) DonBuk (Donasi Buku), 9) RABU (RAjin menaBUng), 10) LITDIG (LITerasi DIGital) untuk mengenalkan cara internet sehat, 11) LITFIN (LITerasi FINansial), dan 12) LIDAB (LIterasi ADAb) untuk mengajarkan adab ke anak-anak seperti memberi salam, mencium tangan, berkata-kata santun, dan budaya antre.

Lalu, metode apa yang dilakukan TBM Lentera Pustaka?

Adalah TBM Edutainment, sebuah model pengembangan taman bacaan yang digagas sendiri oleh Syarifudin Yunus, Pendiri TBm Lentera Pustaka. TBM Edutainment, intinya tata Kelola taman bacaan berbasis edukasi dan entertainment. Taman bacaan yang bermuatan edukasi dan hiburan. Selalu ada salam literasi, doa literasi, senam literasi, membaca bersuara, event bulanan, jajanan gratis, literasi digital, literasi finasial, literasi adab, dan program kreativitas literasi seperti angklungan, marawis, pembacaan puisi, festival literasi Gunung Salak. Bahkan saat ini, TBM Edutainment sedang ditulis sebagai disertasi oleh Pendiri TBM Lentera Pustaka di S3 Manajemen Pendidikan Universitas Pakuan. Untuk meraih gelar "doktor taman bacaan".

Bolehlah disebut, TBM Edutainment sudah jadi energi dan "darah segar" tata kelola taman bacaan. Partisipasi masyarakat terus bertambah, program literasi kian meluas, dan yang terpenting pengguna layanan taman bacan pun makin banyak. Selain aktivitas taman bacaan, TBM Lentera Pustaka pun punya aktivitas berantas buta aksara, yatim binaan, kelas prasekolah, koperasi, jompo binaan, donasi buku, dan kebun baca. Taman bacaan yang tadinya sepi bak "jalan sunyi" kini berubah jadi sentra kehidupan masyarakat. Jadi titik kumpul untuk aktivitas masyarakat yang baik, positif, dan bermanfaat. TBM Edutainment sebagai cara beda tata kelola taman bacan di era digital.

Tata kelola taman bacaan memang harus kreatif. Harus beda dari yang dilakukan sebelumnya. Gerakan literasi dan taman bacaan pun jangan terjebak pada diskusi dan ruang seminar semata. Karena aktivitas literasi di mana pun harus dilakoni, harus terjun langsung ke lapangan. Gerakan literasi tidak akan pernah kelar bisa dibedah lewat diskusi dan seminar. Tanpa aksi nyata di lapangan, gerakan literasi tidak akan jadi apa-apa, tidak berguna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun