Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Praktik Baik, Spirit Taman Bacaan di Era Digital

16 September 2021   06:34 Diperbarui: 16 September 2021   06:37 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada satu hal yang banyak orang tidak tahu. Bahwa di taman bacaan, di mana pun, isinya adalah praktik baik. Bukan omongan baik apalagi niat baik. Itu berarti, taman bacaan isinya perbuatan baik. Bukan teori baik yang tidak diimplementasikan. Membaca itu praktik baik. Menyediakan akses buku bacaan di daerah yang angka putus sekolahnya tinggi pun praktik baik. Bahkan memberantas kaum buta huruf di taman bacaan juga praktik baik.

Di masa pandemi Covid-19. Hanya praktik baik yan bisa jadi solusi. Belajar daring atau luring tidak akan berarti tanpa praktik baik. Karena belajar bukan terori melulu. Apalagi hanya ceramah tanpa contoh yang bisa diteladani. Taman bacaan dan belajar di sekolah seharusnya berbasis "praktik baik". Karena praktik baik terbukti efektif untuk mengubah cara berpikir dan perilaku seseorang. 

 Saat saya ditanya, apa itu literasi? Maka saya menjawab, literasi adalah praktik baik. Sebuah ikhtiar untuk memahami realitas kehidupan. Orang yang literat itu mampu bersahabat dengan realitas. Lebih fokus mencari solusi daripada mempersoalkan masalah. Karena itu, gerakan literasi hanya bisa berjalan apabila isinya praktik baik. Tanpa praktik baik, jelas tidak ada masalah apa pun yang dapat diselesaikan.

Seseorang dapat disebut literat, bila memiliki kompetensi dalam memahami realitas. Orang yang berdaya dan mampu memberdayakan orang  lain atas dasar kesadaran bersama. Kemampuan mentransformasikan pikiran ke dalam praktik baik sehari-hari. Sehingga perilakunya sehari-hari jadi lebih adaptif. Kontibusinya positif dan manfaatnya solutif. Spirit itulah yang dibangun di taman bacaan.

Literasi sebagai gerakan, konstruksi berpikirnya begini. Siapa pun yang menguasai literasi dasar (baca tulis, numerasi, digital, budaya, sains, finansial) pada akhirnya berujung pada penguasaan kompetensi. Maka hanya mereka yang kompeten itulah yang memiliki karakter kuat yang diterapkan ke dalam praktik baik. 

Maka tanpa literasi, dapat dipastikan manusia maupun bangsa akan sulit berhadapan dengan realitas. Terlalu mudah mengeluh, gampang rapuh. Maka menurut saya, literasi adalah kesadaran untuk belajar dan memahami realitas -- lalu mampu mentransformasikan pikiran ke dalam praktik baik. Hal ini sejalan dengan istilah literasi dalam bahasa latin "literatus", yang berarti orang yang belajar.

 Literasi adalah perbuatan. Taman bacaan pun sebuah praktik baik. Maka jangan biarkan literasi hanya besar di ruang-ruang seminar atau pikiran semata. Tanpa ada implementasi atau aksi nyata. Siapa pun, harus peduli dan ikut aktif dalam menggerakan aktivitas literasi di manapun. Literasi pun harus dikerjakan dengan sepenuh hati. Jangan pedulikan apa kata orang lain yang tidak suka dengan aktivitas literasi. Asal basisnya praktik baik, maka gerakan literasi dan taman bacaan sudah cukup. Tidak perlu gubrik orang-orang yang hanya pandai omong, jago olah kata. 

Taman bacaan sebagai praktik baik. Itulah yang dilakukan TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Sejak didirikan tahun 2017 lalu, awalnya hanya melayani 14 anak pembaca. Tapi kini, TBM (Taman Bacaan Masyarakat) Lentera Pustaka telah melayani 160 anak pembaca aktif usia sekolah yang berasal dari 3 desa (Sukaluyu, Tamansari, Sukajaya) dengan jam baca 3 kali seminggu. 

Selain itu, TBM Lentera Pustaka pun sudah bertransformasi menjadi sentra pemberdayaan masyarakat. Karena selain taman bacaan, saat ini TBM Lentera Pustaka pun mengelola aktivitas: 1) GEBERBURA (GErakan BERantas BUta aksaRA) yang diikuti 9 warga belajar buta huruf, 2) KEPRA (Kelas PRAsekolah) yang diikuti 25 anak usia PAUD, 3) YABI (YAtim BInaan) dengan 16 anak yatim, 4) JOMBI (JOMpo BInaan) dengan 8 jompo, 5) TBM Ramah Difabel dengan 3 anak difabel, 6) KOPERASI LENTERA dengan 28 ibu-ibu sebagai koperasi simpan pinjam untuk mengatasi soal rentenir dan utang berbunga tingg, 7) DonBuk (Donasi Buku) untuk menerima dan menyalurkan buku bacaan, 8) RABU (RAjin menaBUng) semua anak punya celengan, 9) LITDIG (LITerasi DIGital) seminggu sekali setiap anak, dan 10) LITFIN (LITerasi FINansial) setiap bulan sekali.

Melalui praktik baik yang dijalankan, TBM Lentera Pustaka pun kini telah mengembangkan sayap dengan membuka cabang ke-1 TBM Lentera Pustaka Dramaga Bogor bekerjasama dengan BEM KM IPB. Bahkan di tahun 2021 ini, Pendiri TBM Lentera Pustaka pun terpilih sebagai "31 Guardian Wonderful People tahun 2021" dari Guardian Indonesia untuk kategori "pegiat literasi dan pendiri taman bacaan". Di samping terpilih 1 dari 30 TBM di Indonesia yang menggelar program "kampung Literasi" tahun 2021 dari Direktorat PMPK Kemdikbud RI dan Forum TBM.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun