Cukup logis, pikirku. Tapi aku hanya tersenyum dalam hati. "Maklum anak muda. Analisisnya memang jago, seperti diajarkan di banyak kampus" pikirku.
Sedikit terpaksa, aku menjelaskan ke si anak muda.
"Benar sekali Dek. Saya setuju sekali. Kamu sekolah yang tinggi agar bisa bekerja. Dan memperoleh uang. Tapi ketahuilah, bekerja itu tidak selalu soal uang. Bisa kok, kita bekerja untuk berbuat yang lebih tinggi dari sekadar mencari uang. Yaitu, bekerja untuk meluruskan kodrat kita sebagai manusia. Manusia yang selalu menghambakan diri kepada Tuhannya. Maka, carilah pekerjaan dan bekerjalah agar kita dapat melihat Tuhan"
"Bekerja untuk melihat Tuhan? Apa maksudnya Pak?" Tanya si anak muda penasaran.
"Ya, melihat Tuhan di tempat kerja. Untuk memenuhi eksistensi sebagai manusia, sebagai hamba Tuhan. Bekerja agar tidak lupa kodrat kita sebagai manusia. Punya uang, punya kedudukan, bahkan harta yang banyak pun tetap saja kita hamba Tuhan. Jadi, kerja bukan soal di mana bekerjanya? Dan berapa gajinya? Tapi apa manfaatnya bekerja" jawabku.
"Ohhh, begitu ya Pak" kata si anak muda singkat.
"Ya begitulah. Seperti kopi hitam yang kita minum ini. Kopi ini diciptakan Tuhan untuk kita manusia. Ditanam dan dipetik untuk diambil manfaatnya. Tapi sayang, sekarang kopi sudah dilihat dari soal uang, dari sisi bisnis dan cita rasa saja. Akhirnya, kopi sudah menjadi sesuatu yang mahal. Bahkan kopi sudah bisa mengubah gaya hidup dan cita rasa manusia. Hingga kita lupa pada kodrat. Padahal, kopi itu diciptakan dan dimanfaatkan untuk manusia agar merasakan nikmat Tuhan. Bukan soal eksklusivitas semata" kataku menjelaskan.
Si anak muda lalu mengangguk. Baru mengerti arti bekerja.
"Terima kasih, pak. Saya baru menyadari. Berarti, apapun pekerjaan saya nanti. Saya harus bisa melihat Tuhan. Berapa pun uang yang saya peroleh" kata si anak muda.
Aku mulai kagum pada si anak muda.
"Tepat sekali Dek. Kita bekerja bukan hanya untuk meraih penghasilan. Tapi juga untuk melihat keagungan Tuhan. Menyadari betapa kecilnya kita sebagai manusia. Sikap moral ini yang penting dalam bekerja. Agar tetap selaras antara hidup kita dengan Tuhan. Ya, seperti segelas kopi hitam ini. Kita diajarkan untuk menikmati kebesaran Tuhan. Bukan untuk memilikinya" sahutku sambil mengakhiri obrolan dengan si anak muda.