Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merdeka Itu Perbuatan Bukan Ocehan, Refleksi 76 Tahun RI

17 Agustus 2021   07:53 Diperbarui: 17 Agustus 2021   11:25 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dok. Pribadi

Dirgahayu Republik Indonesia. Selamat ulang tahun ke-76 Republik Indonesia. Saya banggsa menjadi warga negara Indonesia. Tanpa kecuali, dan siapa pun presiden-nya. Karena merdeka memang butuh sikap tegas. Merdeka itu memperbanyak perbuatan baik, bukan ocehan omong kosong.

Merdeka itu bukan sekadar perayaan atau peringatan. Tapi lebh dari itu, merdeka pun sebuah refleksi. Apa yang sudah kita kontribusikan kepada bangsa dan negara? Apa yang sudah dipedulikan untuk mengurangi masalah bangsa yang ada? Merdeka itu bukan merasa pintar lalu mampu mencari-cari kekuarangan bangsanya. 

Merdeka itu bukanmerasa benar lalu menyalahkan orang lain. Bahkan merdeka itu bukan "mencari segala hal yang ideal menurut pikiran Anda" justru Anda harus "menjadi yang ideal" seperti yang Anda ocehkan atau pikirkan itu. Merdeka!

Hari ini, makna merdeka pun butuh literasi. Agar kemerdekaan dan orang-orangnya pun lebih literat. Lebih realistis dalam hidup. Karena merdeka itu "lebih baik ikut memperbaiki keadaan daripada mengutuk kekuarangan yang ada". Saat berani berceloteh maka harus berani pula bersyukur, itulah merdeka.

Merdeka di zaman begini, memang bisa jadi salah tafsir. Segala hal dikomentarin. Sebebas-bebasnya berceloteh. Seolah-olah pikirannya benar sendiri lalu semua pikiran orang lain salah. Seoalah apapun yang dilakukan orang lain salah. Sementara dia sendiri tidak melakukan apa-apa. Merdeka yang nothing ....

Coba kita bertanya dan berpikir, seburuk apa sih bangsa kita ini?

Olimpiade pun masih mampu berprestasi dan meraih emas. Aktivitas warganya pun masih normal-normal saja, hanya dibatasi sedikit. Pengendalian pandemi Covid 19 pun berhasil ditekan. Tidak separah di banyak negara yang memakan korban lebih besar dari Indonesia. 

Amerika Serikat itu GDP-nya 20 kali lebih besar dari GDP Indonesia. Tapi kasus Covid-19 positif di AS itu 17 kali lebih banyak dari Indonesia. Angka kematian Covid-19 di AS  pun 8 kali lebih banyak dari Indonesia jika dihitung per 1 juta penduduk. Itu fakta sekaligus realitas yang harus dipahami. Apalagi dibandingkan Afghanistan yang hari ini "terkapar" sebagai bangsa  akibat perebuatan kekuasaan.

Bahwa Indonesia hari ini, di usianya ke-76. Masih punya kekurangan dan keterbatasan itu pun harus diakui. Masih banyak orang miskin, masih punya utang negara, SDM-nya masih belum media, infrastruktur kesehatan masih mini. Semua itu harus diakui sebagai kekurangan. 

Tapi harus diakui pula, itu semua tidak seburuk yang dipikirkan orang-orang pesimis tentang bangsanya sendiri. Bila mau mengkritik bahkan menasehati pun sangat boleh. Tapi itu bukan  berarti memvonis atau menyalahkan orang lain. Memangnya , Anda siapa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun