Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

7 dari 10 Anak Tidak Membaca Buku, Bukti Pentingnya Akses Bacaan di Era Digital

6 Agustus 2021   07:20 Diperbarui: 6 Agustus 2021   07:26 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Gawai dan gemerlap era digital, sungguh kian menjauhkan anak-anak dari buku bacaan. Apalagi di masa pandemi Covid-19. Selain urusan sekolah, sibuknya anak-anak usia sekolah "tersangkut" di perangkat gawai atau teknologi. Ini bukan soal baik atau buruk. Tapi soal keseimbangan, antara membaca buku dan ber-perangkat gawai. 

Seperti anak-anak usia sekolah di kaki Gunung Salak Bogor. Saat ditanya, apakah pernah membaca sebelum ada taman bacaan? Survei membuktikan, 74% anak menjawab tidak pernah membaca buku, 20% ragu-ragu, dan 6% sudah terbiasa membaca buku. Itulah simpulan survei internal TBM Lentera Pustaka Bogor tentang perilaku membaca buku anak usia sekolah di masa Covid-19 pada Agustus 2020 lalu. 

Survei ini pun menjadi bukti pentingnya keberadaan dan peran taman bacaan masyarakat. Khususnya dalam menyediakan akses bacaa kepada anak-anak usia sekolah, apalagi di masa pandemi Covid-19. Demi tegaknya tradisi baca dan membiasakan anak-anak lebih dekat dengan buku buku. Taman bacaan, di manapun, terbukti mampu menjadi sarana yang mendekatkan akses bacaan ke anak-anak. Di saat yang sama, minat membaca pun dapat dibentuk. Kini soalnya, siapa yang peduli terhadap taman bacaan dan mau menghidupkannya?

Jangankan anak-anak di kota-kota besar. Ikhtiar menghidupkan tradisi baca di anak-anak kampung di tengah gempuran era digital memang tidak mudah. Maka hari ini, pemandangan anak-anak sedang membaca buku pun kian langka. Semoga saja tradisi baca anak tidak punah.

"Sebagai taman bacaan, TBM Lentera Pustaka melakukan survei ini sebagai evaluasi. Dan terbukti eksistensi TBM mampu menyediakan akses bacaan anak-anak. Sebelum ada taman bacaan, 7 dari 10 anak ternyata tidak pernak membaca buku. Apalagi di masa pandemic Covid-19. Inilah peran penting taman bacana yang patut jadi perhatian banyak pihak" ujar Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program TBM Lentera Pustaka yang juga kandidat doktor taman bacaan dari Pascasarjana Unpak Bogor.

Harus disadari, taman bacaan adalah sarana publik yang dapat menunjang aktivitas belajar dan sekolah anak-anak. Seusai jam belajar di sekolah, ana-anak dapat memanfaatkan waktu dan melakukan aktivitas tambahan di taman bacaan, Selain untuk menambah pengetahuan, taman bacaan pun dapat menjadi "alat penyeimbang" aktivitas gawai anak-anak. Agar tidak terlindas oleh peradaban zaman yang tidak produktif.

Alhasil setahun setelah survei, kini TBM Lentera Pustaka telah menjadi tempat membaca buku 168 anak-anak usia sekolah dari sebelumnya hanya 60 anak. Anak-anak yang membaca buku seminggu 3 kali dan berasal dari 3 desa, yaitu Sukaluyu, tamansari, dan Sukajaya Kec. Tamansari Bogor. Dengan koleksi lebih dari 6.000 buku, setiap anak mampu membaca 5-8 buku per minggu. Berbekal model TBM Edutainment, TBM Lentera Pustaka pun menjadikan kegiatan membaca lebih menyenangkan melalui aktivitas bernnyanyi literasi, senam literasi, doa literasi, dan salam literasi sebelum membaca. Setiap hari Minggu pun digelar laboratorium baca, selalu ada event bulanan dan jajanan kampung gratis setiap bulan. Taman bacaan telah menjadi "tempat nongkrong" anak-anak usia sekolah untuk mewujudkan giat membaca.

Selain taman bacaan, TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak pun menjalankan program seperti 1) Gerakan BERantas BUta aksaRA (Geberbura) dengan 9 warga belajar, 2) Kelas PRAsekolah (Kepra) dengan 20 anak, 3) YAtim BInaan (Yabi) dengan 16 anak yatim, 4) JOMpo BInaan (Jombi) dengan 8 lansia, 5) Koperasi Lentera dengan 17 anggota, 6) geraan RAjin menaBUng (RABU), 7) DONasi BUKu, dan 8) LITerasi DIGital. Bahkan kini, ada 3 anak difabel yang aktif datang untuk bersosialisasi dan belajar di TBM Lentera Pustaka sebagai wujud taman bacaan ramah anak-anak disabilitas yang inklusif.

Apa arti survei taman bacaan ini?

Tentu untuk mengingatkan semua pihak. Akan pentingnya menyediakan akses bacaan anak-anak usia sekolah, apalagi di masa pandemi Covid-19. Agar anak-anak pun tidak hanya gemar bermain, menonton TV atau asyik dengan ponsel. Tapi dapat diimbangi dengan membaca buku di taman bacaan. Hingga mampu mengubak cara berpikir yang lebih produktif dan kontributif. Salam literasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun