Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sekolah Kok untuk Kaya, Pendidikan Materialistis Kian Membelenggu?

24 Juli 2021   10:07 Diperbarui: 24 Juli 2021   10:26 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Sekolah biar kaya. Sekolah agar sukses. Begitulah doktrin banyak orang tentang pentingnya pendidikan. Sekolah dianggap cara untuk seseorang bisa kaya dan sukses. Lalu ditambah embel-embel. Karena bila kaya dan sukses, segalanya mudah dan gampang. Ibadah pun nyaman, apalagi yang lain. Apa iya begitu? Hebat betul ya sekolah.

 

Banyak orang lupa. Kalau cuma mau kaya dan sukses sih, banyak juga kok orang yang tidak sekolah tapi kaya dan sukses. Itu bukti bahwa sekolah bukan segalanya. Tapi entah kenapa? Sekolah atau pendidikan, sering kali di-doktrin ke anak-anak sebagai cara untuk kaya dan sukses. Sudah sebegitu materailistis-kah orang memandang pendidikan? Sebegitu duniawi-kah orientasi dari sekolah untuk anak-anak?

Maka wajar, pendidikan di era digital sekarang jadi bertumpu kepada materi. Sukses atau tidak suksesnya seseorang dipandang dari kekayaan. Seberapa banyak harta yang dikumpulkan? Alhasil, anak-anak SD pun sekarang isi tas-nya berat-berat. Sedari kecil sudah ikut les ini les itu. Agar pintar di sekolah dan mampu bersaing. Lalu berhasil mencapai cita-cita. Agar kaya dan sukses. Di saat yang sama, sekolah akhirnya jadi beban. Bukan lagi proses untuk mengenal jati diri, tidak lagi untuk membangun akhlak yang baik.

Apalagi di masa pandemi Covid-19. Tidak sedikit anak-anak sekolah yang stres. Terbebani karena dijejali materi pelajaran seperti di kelas tatap muka. Sementara prosesnya jarak jauh. Sekolah dan belajar jadi momen membangun rasa takut anak, memperbesar kekhawatiran siswa. Ahh, sekolah sekarang jadi tidak enjoy, jadi tidak asyik lagi.

Pendidikan dianggap alat untuk kaya dan sukses. Sekolah dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan status sosial. Sekolah untuk meraih cita-cita lalu dipuji banyak orang karena kaya dan sukses. Jadi, sekolah saja yang tinggi. Walau tidak berguna untuk orang lain. 

Sekolah yang tinggi. Agar lebih egois dan jadi individualis. Sekolah yang tinggi biar makin tidak peduli pada orang lain. Sekolah-lah, biar lebih mahir menghujat orang, membenci, dan menebarkan hoaks ke mana-mana. Sekolah biar akhlak makin runtuh. Jika perlu, sekolah yang tinggi biar jadi orang murahan atau merampas hak asasi orang orang lain.

Lalu, di mana manfaat sekolah? Agar sekolah mampu menolong orang lain, sekolah untuk bermanfaat bagi sesama. Sekolah yang mampu mengajarkan anak-anak jadi mampu membedakan yang baik dan tidak baik dalam hidup? Sekolah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sekolah unutk akhlak yang lebih baik dalam hidup.

 

Sekolah jadi terlalu materialistis. Itulah faktanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun