Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Main Gawai 6 Jam Baca 30 Menit, Mau ke Mana Gerakan Literasi Indonesia?

16 Juli 2021   10:52 Diperbarui: 16 Juli 2021   12:00 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PPKM darurat masih berlangsung. Apakah orang Indonesia kian gemar membaca saat #DiRumahAja? Terus gimana, gerakan literasi di Indonesia ke depannya?

Membaca buku di masa pandemi Covid-19, saat PPKM darurat. Belum tentu juga sih. Karena faktanya, orang Indonesia yang membaca hanya 30-59 menit per hari. Alias kurang dari 1 jam. Tapi hebatnya, orang Indonesia mampu menghabiskan waktu bermain gawai hingga 5,5 jam sehari. Jadi, bila begitu apa artinya?

Artinya suka tidak suka, tradisi membaca dan budaya literasi orang Indonesia masih memprihatinkan. Bila tidak mau dibilang rendah. Maka wajar hoaks sering terjadi, ujaran kebencian masif, dan gemar terlibat pada perdebatan yang tidak produktif. Bolehlah disebut yidak literat. Alias sulit menerima realitas dan gagal memampukan diri untuk adaptasi terhadap kenyataan. Maunya berdebat, maunya saling argument untuk membenarkan dirinya sendiri. Akhirnya, merecoki orang lain. Banyak yang lupa, budaya literasi itu bisa tercipta bila punya sikap untuk memahami dan memampukan keadaan. Mau mengerti atas kondisi yang terjadi, bukan sebaliknya.

Memang, membaca bukan satu-satunya indikator. Tapi membaca adalah landasan penting dalam menegakkan budaya literasi. Tapi bila membaca kurang dari 1 jam sehari, sementara main gawai bisa 5-6 jam sehari. Mau bagaimana ke depan? Sebagai pembanding, di negara lain, rata-rata durasi membaca bisa 6-8 jam per hari. Sementara standar UNESCO menyebut waktu membaca diharapkan tiap orang adalah 4-6 jam per hari.

Pendidikan makin tinggi, teknologi makin melek. Tapi itu tidak menjamin tradisi membaca dan budaya literasi makin baik. Orang makin kaya belum tentu makin peduli pada budaya literasi. Orang makin intelek pun bukan jaminan tradisi baca membaik. Bahkan bila ditilik, tidak sedikit orang-orang pintar yang malah meninggalkan kegiatan literasi. Minimal, makin malas membaca, makin malas menulis.

Bak "angan-angan setinggi langit". Maka ada orang yang bilang, membangun tradisi baca dan budaya literasi di Indonesia seperti angan-angan. Memang benar, budaya literasi kian berat. Ketika banyak orang lebih senang menonton TV daripada membaca. Lebih gemar main gawai daripada menulis. Akhirnya budaya literasi lebih sering diseminarkan daripada dipraktikkan. Maka harusnya sederhana, tradisi baca dan budaya literasi itu perilaku, sebuah aksi nyata. Apalagi bisa jadi gaya hidup, keren pastinya.

Tradisi baca, bolehlah dibilang memprihatinkan. Karean itu, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak hingga kini terus berjuang keras untuk menghidupkan tradisi baca dan budaya literasi anak-anak kampung. Agar anak-anak usia sekolah tetap dapat menikmati akses bacaan di saat PJJ tidak efektif. Agar anak-anak tetap akrab dengan buku bacaan. Alhasil, kini TBM Lentera Pustaka punya 168 anak pembaca aktif yang 3 kali seminggu membaca. Dan menariknya, kiini tiap anak mampu membaca 5-8 buku per minggu. 

Berbekal pengalaman itulah, TBM Lentera Pustaka menyarankan 6 (enam) tahapan yang harus ditempuh untuk membangkitkan tradisi baca dan budaya literasi di era digital, yaitu:

1. Jadikan membaca sebagai kegiatan yang asyik dan menyenangkan.

2. Membaca harus jadi perilaku dan praktik baik bukan lagi bahan seminar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun