Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Secangkir Kopi di Taman Bacaan, Substansi Bukan Reaksi

24 Juni 2021   00:22 Diperbarui: 24 Juni 2021   00:29 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini kisah secangkir kopi di taman bacaan.

Tentang bagaimana taman bacaan bisa menyetop putus sekolah anak atau pernikahan dini. Sebut saja si Randy. Siswa kelas 4 SD selalu rajin datang ke taman bacaan. Sekalipun di wilayahnya angka putus sekolah. Randy bertekad untuk terus tetap sekolah. Apa pun yang terjadi. Begitu pula Mega, siswa SMK kelas 2 yang sudah dua tahun ini berada di taman bacaan. Suatu kali, dia terpaksa meminta "uang celengan" di taman bacaan untuk digunakan membayar SPP sekolah yang menunggak 4 bulan. Dan sejak itu, Mega, saya ambil alih untuk dibeasiswai bayaran SPP hingga tahun depan. Kisah itu semua ada dan nyata ada di TBM Lentera Pustaka.

Seperti di taman bacaan, pada secangkir kopi selalu ada pelajaran hidup. Bisa cerita manis, bisa pula pahit. Seperti kopi, hidup itu tidak selalu manis. Kadang pun pahit. Tapi hebatnya, bersama secangkir kopi,  siapa pun selalu bisa melewati semua keadaan. Karena memang, tidak ada duka yang tidak mampu dilewati. Setiap habis gelap pasti ada terang, seperti setelah malam pasti akan terbit pagi. 

Kisah secangkir kopi di taman bacaan. Membuat siapa pun sadar.

Bahwa kopi, punya kelebihan tanpa perlu dibicarakan. Kopi juga punya kekurangan, tanpa perlu diperdebatkan. Sangat manusiawi, bila ada kelebihan pasti ada kekurangan. Siapa pun, bila punya sisi positif pasti punya sisi negatif. Jadi, rileks saja. Nikmatilah secangkir kopi di taman bacaan.

Secangkir kopi, bila di warung pasti dilayani. Saat pesan kopi pun, ada pelayan yang jutek atau galak. Ada pelayan yang santun dan menyenangkan. Semua itu tidak masalah. Rileks saja, dan tidak perlu gelisah. Di taman bacaan pun begitu, Ada yang julid, ada juga yang gosip. Tapi ada juga orang-orang baik yang membantu taman bacaan. Bahkan orang tua yag selalu datang mengantar anaknya membaca buku. Itu kisah nyata yang dialami di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak.

Secangkir kopi di taman bacaan. Menegaskan siapa pun harus punya sikap dalam hidup. Agar tidak terpengaruh, tidak terombang-ambing pada hal-hal yang tidak produktif. Apalagi hanya banyak cingcong tanpa punya kesalehan sosial. Saleh ritual itu tidak cukup, bila tidak diikuti manfaat yang besar untuk umat. Kisah secangkir kopi di taman bacaan, ingin menegaskan bahwa di dunia ini hanya ada dua tipe manusia:

1. Manusia yang reaksinya negatif. Pikirannya jahat, sikapnya aneh, omongannya negatif, bahkan terlalu mudah memfitnah dan membenci atas alasan yang tidak jelas. Manusia yang suuzon alias berprasngka buruk.

2. Manusia yang reaksinya positif. Pikirannya keren, sikapnya bijaksana, omongannya positif, bahkan ringan tangan untuk membantu tanpa bisa membenci. Manusia yang husnuzon aluas berprasangka baik.

Kisah secangkir kopi di taman bacaan. Bahwa siapa pun tidak akan pernah bisa mengontrol pikiran dan perilaku orang lain. Di taman bacaan, secangkir kopi menegaskan siapa pun hanya hanya bisa mengontrol dirinya sendiri. Seperti secangkir kopi, gerakan literasi itu yang penting "substansi" bukan "reaksi". Karena pada secangkir kopi, tidak boleh ada orang lain yang ikut menentukan cara kita dalam bertindak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun