Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dialog Kakek dan 3 Cucunya di Hari Lebaran

26 Mei 2021   17:08 Diperbarui: 26 Mei 2021   17:11 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertemuan kakek dengan cucu-cucunya di momen Idul Fitri mungkin sudah biasa. Bahkan bukan hanya di lebaran pun lazim terjadi. Tapi apa yang dibicarakan antara kakek dan cucunya, itulah yang jarang dituliskan orang. Lalu apa yang dibicarakan seiarang kakek berusia 76 tahun saat berjumpa dengan ketiga cucunya. Menarik untuk disimak.

Sang cucu yang dulu masih kecil, kini beranjak dewasa dan sudah bekerja. Lalu bertanya, "Kek, kenapa sih kita harus hidup sederhana?"

Sang Kakek pun tersenyum. Lalu dengan suara parau menjelaskan. Begini cucuku. Sederhana itu sikap, bukan keadaan. Maka siapapun boleh kok bekerja keras untuk jadi kaya. Boleh kok hidup mewah. Punya ini, punya itu. Asal tetap bersikap sederhana. Nafsu meraih kekayaan dan kemewahan itu seringkali diikuti denfan cara yang salah untuk mendapatkannya. Jadi cucuku, tidak ada yang salah bila apa yang kamu peroleh hari ini itu sesuai kemampuanmu. Tapi sangat salah bila diraih dengan cara yang tidak baik. 

"Kenapa begitu Kek?" tanya sang cucu penasaran.

Iya, pasti semua orang ingin hidup serba ada, serba berkecukupan tanpa kekurangan.Ingin banyak harta, ingin banyak ilmu, ingin punya jabatan. Bahkan ingin banyak temaa. Atau berpengaruh kepada lingkungan atau orang banyak. Itu sah-sah saja bila mampu melakukannya.

Tapi itu semua sangat salah dan tidak ada guna. Bila keinginan itu diraih dengan cara mengganggu kenyamanan orang lain atau menyakitinya. Apalagi harus memfitnah dan ngin menyingkirkan orang lain. Hari ini banyak orang sudah lupa, apa arti menekan, mengancam, menakuti orang lain? Berkata-kata seolah-olah benar. Tapi bertabur kebencian, bahkan kemunafikan di belakangnya.

Istilahnya, apapun berani dilakukan. Asal obsesinya tercapai, asal tujuan hidupnya terpenuhi. Itulah orang-orang yang lupa akan Tuhannya. Seolah dia hidup tidak akan mati. Maka cucuku, berhati-hatilah di zaman sekarang. Karena banyak yang salah mengaku benar. Tapi jelas ada yang benar tapi disalahkan beramai-ramai.

"Jadi, gimana seharusnya hidup kita kek?" tanya si cucu lagi.

Begini cucuku. Kata Kanjeng Sunan Kalijaga, "Aja ketungkul marang kalungguhan, kadonyan, lan kemareman." Itu artinya, jangan terkukung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan, dan kepuasan duniawi semata. Karena hidup bukan hanya tentang memiliki harta, jabatan atau pangkat. Agar dipuji dan disegani orang lain. Bukan pula tentang kekayaan sebagai tolak ukur tingginya martabat diri. Semua itu hanya soal kepuasan duniawi. Lalu kita lupa. Bahwa kita punya jiwa dan hati nurani yang mungkun terasa berat menyangga harta, pangkat dan kepuasan duniawi itu.

Hati-hati cucuku. Di depan mata kita hari ini, itu semua hanya nafsu yang menikmatinya. Maka jangan libatkan hati nurani hingga ternodai pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun