Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Inilah 4 Krisis Spiritual akibat Gemar Menonton TV

25 Maret 2021   07:55 Diperbarui: 25 Maret 2021   07:58 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak orang menghabiskan waktu di rumah untuk menonton televisi (TV). Apalagi di saat pandemi Covid-19. Bekerja dari rumah, belajar dari rumah. Maka apalagai yang mau dilakukan. Selain menonton TV sambil memainkan jari-jari di ponsel. Hidup belum paripurna bila belum menonton TV, begitu kata banyak orang.

Menonton TV, mau tidak mau, memang jadi kegiatan favorit di rumah. Dari anak-anak hingga orang dewasa. Alasannya, untuk mengisi waktu sekaligus hiburan. Maka wajar, studi Nielsen (2018) menyebut orang Indonesia mampu menghabiskan waktu menonton TV rata-rata 5 jam setiap harinya. Sementara berselancar di dunia maya rata-rata 3-4 jam per hari. Sementara membaca koran dan majalah sekitar 55 menit. Bukan membaca buku ya. Tapi sayang, tidak ada studi yang mengungkap. Berapa lama setiap orang ngomong? Atau membuang waktu sia-sia? 

Tradisi membaca, bisa jadi kian jeblok. Sekalipun di era digital, di era revolusi industri.

Akibat "kalah" dibandingkan menonton TV. Banyak orang lupa, menonton TV bisa berdampak buruk. Karena dapat mengganggu kesehatan mental. Bahkan terjebak pada aktivitas gaya hidup yang kamuflastis. Selain membuang waktu secara sia sia, menonton TV pun sama sekali tidak produktif.

Menonton TV jelas berbahaya. Hasil studi menyebutkan, menonton TV dua jam sehari saja dapat membuat orang merasa gelisah. Apalagi anak-anak, risiko depresinya sangat besar. Jadi sebab gangguan ansietas. Keadaan tegang yang berlebihan atau tidak pada tempatnya. Selalu khawatir, cemas, tidak menentu atau takut. Coba deh ditanyakan kepada para penonton TV yang fanatik. 

Pada kolom opini tulisan saya, di Harian Media Indonesia, saya menegaskan adanya "krisis spiritual" akibat kebanyakan menonton TV. Ada 4 (empat) krisis spiritual yang dialami seseorang akibat gemar menonton TV:

1.   Krisis informasi akibat melimpahnya informasi yang diterima tanpa ada eksekusi. Maka spritualnya menjadi gelisah dan imajinasinya terganggu, Makin banyak informasi yang diperoleh, maka makin bingung.

2.   Krisis imajinasi sosial akibat banyaknya fantasi sosial yang ditayangkan tanpa mau aktualisasi diri secara sosial di dunia nyata. Terhipnotis oleh bahasa hiperbola dan pleonasme yang disajikan TV.

3.   Krisis budaya akibat ajaran gaya hidup TV yang merusak adab dan kebudayaan. Sehingga menjadi inspirasi perilaku menyimpang. Lebih gemar sensasi daripada esensi kehidupan.

4.   Krisis identitas akibat pengaruh tayangan yang tidak sesuai dengan realitas hidupnya secara nyata. Identitasnya goyah, spiritualnya rapuh. Lalu, gagal jadi diri sendiri dan mudah kagum pada kehidupan fantasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun