Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Netizen Bukan Maha Benar tapi Maha Sok Tahu

19 September 2020   07:50 Diperbarui: 19 September 2020   07:57 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat ditanya, siapa yang paling gampang mengumbar komentar di dunia ini?

Sebagian besar jawabnya pasti "netizen". Netizen itu sebutan untuk orang yang aktif di dunia maya. Netizen, istilahnya "warga internet" atau citizen of the net. Akibat ponsel ada di genggaman tangannya, netizen begitu mudahnya memainkan jari-jemarinya. Berceloteh, mengoceh, bila perlu menghakimi orang lain. Tentang apa saja, tentang apa pun.

Di kalangan netizen. Ada anekdot yang menyebut "netizen maha benar". Atau netizen selalu benar. Itu berarti, netizen tidak pernah salah. Anekdot itu pula yang menjadikan netizen merasa boleh mengomentari apapun. Tiap ada masalah atau info terkini di negeri ini, netizen buru-buru menyerbu. Semua linimasa media sosial, entah instagram, facebook, twitter, dan sejenisnya dibanjiri komentar netizen. Di situlah, kadang netizen itu menyebalkan, bahkan menjengkelkan.

Apakah netizen itu maha benar?

Menurut saya, jelas tidak. Malah netizen bisa jadi "biang kerok" kegaduhan. Tahu sedikit tapi komentar banyak. Berlaku sok bijak tapi berharap mencari-cari kesalahan orang. Bersikap seperti benar tapi lupa kesalahannya sendiri. Berbagi berita seakan bertanya padahal menyebarkan hoaks. Berceloteh di media sosial seakan menuntut klarifikasi, entah kepada siapa? Jadi netizen, menurut saya, bukan maha benar tapi maha sok tahu. Tidak benar tapi sok tahu, netizen netizen.

Ada beberapa cara kerja netizen di media sosial. Bila ditelusuri, perilaku netizen di media sosial bisa dideteksi. Hal yang paling kentara adalah "mengomentari hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dikomentari". Urusan pribadi orang, urusan kebijakan negara, bahkan urusan berita yang belum pasti kebenarannya pun buru-buru dikomentari. Wajar bila netizen di negeri ini dikenal sebagai "kaum paling cerewet di media sosial", berada di urutan ke-5 dunia, melebihi Tokyo dan New York sekalipun.

Ciri lain netizen adalah terlalu mudah menghujat dan menyalahkan. Apapun soalnya, netizen buru-buru mncari salahnya lalu menghujat sebebas-bebeasnya. Atas nama hak asasi manusia, netizen merasa boleh berkomentar apapun. Begitu dinasihat, langsung menjawab sambil nolot "mulut mulut gue, pikiran pikiran gue, usil ama lo...". Begitulah kata netizen yang sok tahu. Bersikap nyinyir dan gemar meninggalkan hujatan di mana-mana. Apalagi kepada orang-orang yang 'tidak sealiran" dengannya. Beragam postingan dikomentari sekehendak hati netizen. Mulai dari nyinyir, menyalahkan, membenci hingga menghina sekalipun.

Hebatnya lagi, netizen itu seperti "tukang debat". Ada saja yang dikomentari dan diperdebatkan. Salaing berbalas komentar untuk hal yang tidak penting-penting amat. Netizen yang saling adu argument, berdebat agar dibilang ilmiah. Padahal itu semua omong kosong dna tidak berbobot. Kita sering lipa, netizen itu punya banyak masalah. Nah, berdebat itulah yang jadi pelariannya.

Netizen itu bukan maha benar. Tapi maha sok tahu. 

Tiap kali ada berita atau soal yang tidak disukainya. Netizen buru-buru mencari atau mention teman senasib, teman sealiran. Netizen yang merasa jadi "korban" lalu cari teman senasib. Itu bukti bahwa netizen itu banyak yang tipikal "baperan", sulit menerima realitas. Mereka hanya mau keadaan seperti apa yang diinginkannya. Mungkin kalau boleh, netizen pun ingin hidup di surga sendiri. Tidak boleh ada orang lain yang menemaninya, apalagi yang tidak sealiran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun