Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cerita Pilu Karyawan Swasta di Masa Covid-19, Di-PHK dan Tidak Punya Program Pensiun

13 Juli 2020   09:11 Diperbarui: 13 Juli 2020   15:15 1686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah pilu karyawan swasta (Sumber: Pribadi)

Ini hanya cerita pilu seorang karyawan swasta di masa Covid-19. Agar bisa jadi pelajaran. Dicky, bukan nama sebenarnya. Ia selevel manajer dan bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Sejak Juli 2020 ini, ia jadi salah satu karyawan swasta yang merasakan pedihnya guncangan ekonomi akibat wabah corona.

Sangat tidak terduga. Ia bertutur, sejak muncul virus corona Maret 2020 lalu, aktivitas kantornya masih berjalan normal.

Lalu di bulan April, tempatnya bekerja mulai ada penyesuaian secara bertahap. Jam dan hari kerja mulai dikurangi, tentu dengan dengan konsekuensi pengurangan gaji. Seiring menguatnya wabah Covid-19 dan pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), kantornya mengumumkan jumlah hari kerja dipangkas 50%.

Otomatis, gajinya pun hanya dibayarkan hanya separuh dari biasanya. THR bulan Mei lalu pun hanya diberikan 50% kepada semua karywan. Wabah Covid-19 memang menghentak semua orang. Bukan hanya pasien positif yang bertambah, korban yang meninggal dunia pun terus bertambah. Banyak orang hanya bisa pasrah.

Di bulan Juni, kantor tempat bekerja Dicky pun tetap memangkas 50% jam dan hari kerja. Pemberitahuan kepada karyawan hanya dapat dilakukan via WhatsApp secara berantai.

Dan karena perusahaan tempat ia bekerja di sektor ritel, keadaan kian sulit untuk membangun bisnis normal kembali.

Mau tidak mau, perusahaannya pun mulai melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Dan Dicky menjadi salah satu karyawan yang di-PHK.

Hari ini Dicky sudah tidak bekerja lagi. Karier yang dijalani lebih dari 8 tahun pun sirna. Berkarier dari staf, supervisor hingga manajer.

Kini, tidak berbekas lali. Virus corona telah mengubah segalanya. Mungkin, cerita pilu ini pun menghantui banyak karyawan swasta lainnya di antero nusantara.

Apakah cukup sampai di situ? Tidak, cerita pilu Dicky dan keluarga kecilnya berubah jadi elegi kehidupan. Pesangonnya belum tahu akan dibayarkan atau tidak. Program pensiun selama bekerja pun tidak punya. Sementara sejak jadi manajer, gaya hidup dan kebutuhan hidupnya pun meningkat. Maklum, menyesuaikan dengan pangkat seorang manajer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun