Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membangun Minat Baca, Jalan Terjal Pegiat Literasi di Kaki Gunung Salak

6 Juli 2020   12:50 Diperbarui: 6 Juli 2020   13:02 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pegiat Literasi di Kaki Gunung Salak (Sumber: Pribadi)

Mengubah perilaku anak-anak yang terbiasa main menjadi "dekat" dengan buku tidaklah semudah membalik telapak tangan. Bukan hanya tekad kuat, keberanian, dan komitmen. 

Tapi jauh lebih dari itu, sungguh butuh kesabaran dan kemampuan khusus untuk meyakinkan masyarakat dan anak-anak untuk mau membaca secara rutin.

Apalagi anak-anak yang ada di kampung seperti di Kampung Warung Loas Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kagi Gunung Salak Bogor. Membangun tradisi baca dan budaya literasi, sungguh tidak semudah yang diseminarkan atau didiskusikan banyak orang.

Perjuangan tidak kenal lelah dalam menebar virus membaca, itulah yang dilakukan Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka. Pria berusia 50 tahun yang berprofesi Dosen Unindra ini, sejak 5 November 2017, telah mengubah anak-anak kampung yang semula polos, pemalu dan cenderung sulit berinteraksi dengan orang "dari luar". 

Kini berubah menjadi anak-anak yang terbiasa membaca rutin 3 kali seminggu. Bahkan bisa "menghabiskan" 5-8 buku per minggu per anak Sebuah perilaku dan budaya anak-anak yang tadinya "jauh" dari buku, kini menjadi lebih "dekat" pada buku dalam kesehariannya.

Tekad pria kandidat doktor Manajemen Pendidikan Unpak Bogor ini sederhana. Melalui baca dan buku, dianggap mampu menekan angka putus sekolah. Karena anak-anak di Desa Sukaluyu, 81% tingkat pendidikannya hanya SD dan 9% SMP. Itu berarti, angka putus sekolah masih sangat tinggi. Mungkin karena persoalan ekonomi.

Berangkat dari tekad menekan angka putus sekolah dan membangun tradisi baca itulah, Syarif begitu panggilannya, lalu mengubah "garasi rumah" menjadi rak-rak buku sebagai cikal bakal berdirinya TBM Lentera Pustaka. 

Dengan modal seadanya, mulailah disiapkan taman bacaan. Tanpa disangka, bantuan rekan-rekan yang peduli pun mengalir. Mulai dari donasi buku bacaan, bantuan dana untuk fasilitas taman bacaan, hingga perlengkapan taman bacaan. Tanggal 5 November 2017 pun TBM Lentera Pustaka berdiri dan menjadi satu-satunya taman bacaan resmi di Kec. Tamansari Kab. Bogor.

Awal berdiri, hanya 18 anak yang mau bergabung untuk membaca tiap Rabu-Jumat-Minggu. Buku yang tersedia pun hanya 700 buku bacaan. Dan hari ini, TBM Lentera Pustaka telah memiliki 5o anak pembaca aktif, yang rutin membaca 3 kali seminggu dengan koleksi buku lebih dari 3.400 buku. Dan kini, anak-anak yang terancam putus sekolah pun berubah menjadi anak-anak yang giat membaca buku. Anak-anak yang "haus" buku bacaan baru.

"Saya berpikir sederhana. Buku dan bacaan diharapkan bisa mengubah mind set akan pentingnya sekolah dan belajar. Agar angka putus sekolah bisa ditekan. Karena saya tidak punya uang banyak untuk menyekolahkan mereka. Maka saya memilih menidirikan taman bacaan. Agar tidak ada lagi anak yang putus sekolah, di samping membangun tradisi baca anak-anak" ujar Syarifudin Yunus yang kini dikenal sebagai salah satu pegiat literasi Indonesia.

Lebih dari itu, aparatur pemerintah daerah di manapun harus menaruh perhatian dan kepedulian terhadap gerakan literasi di wilayahnya. Bila tidak membantu secara material, semestinya aparat desa, kecamatan atau kabupaten/kota patut memberi dukungan dan mengimbau anak-anak usia sekolah untuk datang ke taman bacaan. Agar upaya membangun tradisi baca dan budaya literasi tidak "mati suri".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun