Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nakal Bukan Berarti Binal, Kisah Masa SMA

4 Juli 2020   08:47 Diperbarui: 4 Juli 2020   08:45 1610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak SMA (Sumber: Pribadi)

Nakal bukan berarti binal, itu bukan judul film. Bukan judul cerpen. Melainkan sekadar kisah seorang anak manusia di masa Sekolah Menengah Atas (SMA). Bolehlah disebut "memoar", sebuah catatan kecil di masa SMA. Karena siapapun, pasti pernah sekolah SMA. Bahkan punya rekam jejak di masa-masa SMA. Hebatnya, pengalaman itu pastinya tidak akan pernah bisa dipanggil kembali. Semuanya sudah berlalu. Dan kini tinggal sejarah.

Masa SMA itu memang masa lalu. Hanya bisa dikenang. Tanpa bisa kembali lagi. Tapi masa lalu itulah yang jadi alasan kita berada di masa kini. Dan terus bergerak ke masa depan. Karena tanpa masa lalu, sepilu dan seceria apapun, tidak akan bisa seperti sekarang. Masa lalu juga jangan di-baperin. Justru masa lalu itu pembelajaran. Momen untuk introspeksi dan mengambil hikmah untuk menjadi lebih baik.

Nakal bukan berarti binal.

Seperti saya dan teman-teman, kebetulan pernah jadi siswa di SMA Negeri 30 Jakarta. Tepatnya, Angkatan 1989. Bukan hanya beruntung. Tapi bersyukur pula. Pernah belajar di SMA Negeri 30 Jakarta yang cukup bersejarah. SMA yang ada di Jalan Ahmad Yani Bypass, persisnya di Rawasari seberang FH Univ. Trisakti. Saat itu, di depan sekolah ada lapo. Ada pangkalan bemo, bahkan ada halte yang jarang dipakai untuk menunggu bus tingkat. Mengingat masa SMA itu, ada kesan kuat anak-anak SMAN 30 Jakarta nakal-nakal. Tapi ingat, bukan berarti binal.

Memang ada teman yang alim di masa SMA. Tapi sebagian besar sih, menurut saya, nakal. Nakal dengan caranya masing-masing. Nakal pada zamannya. Suka berbuat kurang baik, gemar mengganggu, bakkan perilakunya jelek. Tapi bukan binal, karena binal itu liar alias bengal. Anak SMA yang pakai baju seragam dikeluarin. Pakai tas talinya panjang tapi tidak ada bukunya. Lengannya dilinting.Plus model rambutnya belah tengah yang cowok dan kepangan yang cewek. Seusai pulang sekolah, malah nongkrong. Itulah ciri-ciri anak nakal.

Makin jelas nakalnya anak SMA kala itu. Saat makan di lontong atau ketoprak tidak bayar, main kabur saja. Judulnya "madol' tapi nongkrong di lapo depan sekolah. Lompatin pagar sekolah cuma pengen tidak belajar; sekolah dianggap penjara kali ya. Belum lagi kerjanya "ngecengin" guru. Saking nakalnya, mobil guru yang di parkir di halaman sekolah pun sengaja didorong sampai kepojokan. Punya waktu luang sedikit dipakai merokok. Hebatnya lagi saat ngerokok, gayanya kayak orang dewasa yang udah bisa cari duit sendiri. Eudann...

Buat Angkatan 89 SMAN 30 Jakarta. Pasti ingat banget sama Pak Parto Sukari Kepsek Sukari, Pak Dongoran, Pak Hari, Pak Harto, Pak Sahertian, Ibu Anda, Ibu Nurmaida, Miss Pangaribuan, Pak Pono Fadlullah, dan sebagainya. Merekalah para guru yang harus dihormati dan dikenang. Karena ilmu yang ditebarkannya. Bila mereka telah "pergi" semoga amal dan ilmu baiknya akan mengatarkan ke surga, amiin.

Saya menyebutnya, anak-anak nakal di usia SMA.

Anak-anak yang begitu Bahagia bila jam pelajaran kosong. Guru tidak masuk malah bergembira ria sambil ketok-ketok meja. Sibuk gak karuan. Saat jam kosong, ada yang ngerumpi sambil dandan. Ada yang jajan ke kantin, Ada yang ke toilet tapi gak balik-balik. Brengseknya zaman itu, anak cowok kalau becanda nelanjangin temannya di kelas. Geblek lagi edan, Kelas berisik, gaduh tak terbendung. Tapi giliran datang guru ngecek, kelas langsung mendadak sunyi senyam kayak kuburan. Dasar nakal.

Anak-anak SMA itu memang nakal. Sesuai zamannya sih. Apalagi pagi hari pas gerbang sekolah mau ditutup. Tiba-tiba, anak-anak nakal itu berubah jadi pelari andal. Jelang bel masuk kelas, berasa panik dan takut. Lari ngebut bak sprinter nasional. Kesannya kayak rajin belajar, gak rela ketinggalan jam belajar. Aneh. Di SMA kala itu, milih jurusan A3 Sosial, A2 Biologi, dan A1 Fisika. Tapi anehnya, mata pelajaran favoritnya justru olahraga kesehatan (orkes). Tiap pelajaran orkes, semua siswa semangat luar biasa. Bergairah sekali pakai kaos. Dan cari keringatnya melebihi atlet Asian Games. Padalah itu semua drama. Intinya, mereka senang gak belajar di kelas. Pengen keluar kelas doang. Apalagi mereka yang tiap jam pelajaran bawaannya bolak-balik ke kantin. Punya duit kagak, tapi ke kantin melulu. Ngapain coba?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun