Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Perjuangan Pegiat Literasi Membangun Tradisi Baca di Kaki Gunung Salak Bogor

18 Maret 2020   16:05 Diperbarui: 18 Maret 2020   16:15 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengubah perilaku anak-anak yang terbiasa main menjadi "dekat" dengan buku tidaklah semudah membalik telapak tangan. Bukan hanya tekad kuat, keberanian, dan komitmen. Tapi jauh lebih dari itu, sungguh butuh kesabaran dan kemampuan khusus untuk meyakinkan masyarakat dan anak-anak untuk mau membaca secara rutin. Apalagi anak-anak yang ada di kampung seperti di Kampung Warung Loas Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kagi Gunung Salak Bogor. Membangun tradisi baca dan budaya literasi, sama sekali tidak mudah. Tidak semudah yang diseminarkan atau didiskusikan banyak orang tentang pentingnya budaya literasi.

Perjuangan tidak kenal lelah dalam menebar virus membaca, itulah yang dilakukan Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka. Pria berusia 50 tahun yang berprofesi Dosen Unindra ini, sejak 5 November 2017, telah mengubah anak-anak kampung yang semula polos, pemalu dan cenderung sulit berinteraksi dengan orang "dari luar". Kini berubah menjadi anak-anak yang terbiasa membaca rutin 3 kali seminggu. Bahkan bisa "menghabiskan" 5-8 buku per minggu per anak Sebuah perilaku dan budaya anak-anak yang tadinya "jauh" dari buku, kini menjadi lebih "dekat" pada buku dalam kesehariannya.

Tekad pria Alumni Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini sederhana. Melalui baca dan buku,  dianggap mampu menekan angka putus sekolah. Karena anak-anak di Desa Sukaluyu, 81% tingkat pendidikannya hanya SD dan 9% SMP. Itu berarti, angka putus sekolah masih sangat tinggi. Mungkin karena persoalan ekonomi.

Maka berangkat dari tekad menekan angka putus sekolah dan membangun tradisi baca itulah, Syarif begitu panggilannya, lalu mengubah "garasi rumah" menjadi rak-rak buku sebagai cikal bakal berdirinya TBM Lentera Pustaka. Dengan modal seadanya, mulailah disiapkan taman bacaan. Tanpa disangka, bantuan rekan-rekan yang peduli pun mengalir. Mulai dari donasi buku bacaan, bantuan dana untuk fasilitas taman bacaan, hingga perlengkapan taman bacaan. Tanggal 5 November 2017 pun TBM Lentera Pustaka berdiri dan menjadi satu-satunya taman bacaan resmi di Kec. Tamansari Kab. Bogor.

Awal berdiri, hanya 18 anak yang mau bergabung untuk membaca tiap Rabu-Jumat-Minggu. Buku yang tersedia pun hanya 700 buku bacaan. Dan hari ini, TBM Lentera Pustaka telah memiliki 6o anak pembaca aktif, yang rutin membaca 3 kali seminggu dengan koleksi buku lebih dari 3.000 buku. Dan kini, anak-anak yang terancam putus sekolah pun berubah menjadi anak-anak yang giat membaca buku. Anak-anak yang "haus" buku bacaan baru.

"Saya berpikir sederhana. Buku dan bacaan diharapkan bisa mengubah mind set akan pentingnya sekolah dan belajar. Agar angka putus sekolah bisa ditekan. Karena saya tidak punya uang banyak untuk menyekolahkan mereka. Maka saya memilih menidirikan taman bacaan. Agar tidak ada lagi anak yang putus sekolah, di samping membangun tradisi baca anak-anak" ujar Syarifudin Yunus yang kini dikenal sebagai salah satu pegiat literasi Indonesia.

Taman Bacaan Unik dengan Model "TBM Edutainment"

TBM Lentera Pustaka berawal dari garasi rumah. Bagi Syarifudin Yunus, taman bacaan hanyalah ikhtiar kecil untuk menghidupkan tradisi baca anak-anak usia sekolah; yang sebelumnya jauh dari akses bacaan. Berjuang dengan iklhas sambal tetap membimbing anak-anak membaca. Tiap Rabu sore, Jumat sore, dan Minggu pagi, anak-anak dari 3 kampung kini terbiasa membaca buku secara gratis.

Syarif yang sekaligus kandidat Doktor Manajemen Pendidikan di Pascasarjana Unpak -- beasiswa dari Unindra, sadar betul mengelola Taman Bacaan Masyarakat (TBM) tidaklah mudah. Karena faktanya di Indonesia, banyak taman bacaan masyarakat yang "mati suri" akibat tiga hal; 1) buku ada anak tidak ada, 2) anak ada buku tidak ada, dan 3) komitmen pengelola TBM yang setengah hati, tidak fokus mengelola taman bacaan. Maka di benaknya, taman bacaan harus bisa menjadi arena yang asyik dan menyenangkan anak-anak.

Dari bekas garasi rumah yang kini berubah menjadi taman bacaan, Syarif pun menerapkan konsep "TBM Edutainment", sebuah cara beda dalam mengelola taman bacaan masyarakat. Taman bacaan bukan hanya menjadi tempat membaca anak-anak. Tapi taman bacaan harus bisa menjadi "motor penggerak" aktivitas sosial dan kemasyarakatan. "TBM-edutainment"; sebuah model pengembangan taman bacaan masyarakat yang unik berbasis edukasi dan entertainment.

Konsep "TBM-edutainment" inilah yang diterapkan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Kp. Warung Loa Desa Sukaluyu Kec. Tamansari di Kaki Gn. Salak Bogor yang bertumpu pada aktivitas seperti:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun