Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cara Unik Pegiat Literasi Ngajar Kaum Buta Aksara di Kaki Gunung Salak

16 September 2019   15:11 Diperbarui: 16 September 2019   15:21 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adalah fakta, masih ada kaum buta aksara di dekat kita. Seperi kaum buta aksara yang ada di Kaki Gunung Salak. Tepatnya di Kampung Warung Loa Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Bogor. Sementara di luar, banyak orang menyanjung kehebatan era digital, era revolusi industri.

Ternyata, masih ada kaum buta aksara di dekat kita. Akankah kita peduli pada mereka?

Kondisi itulah yang "memanggil" Syarifudin Yunus, seorang pegiat literasi Indonesia sekaligus Pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak. Setiap hari Minggu siang, ia sengaja datang dari Jakarta untuk mengajar kaum buta aksara dalam GErakan BERantas Buta aksara (GeberBura) Lentera Pustaka. Niatnya sederhana, agar jangan ada lagi kaum yang buta aksara di tengah era digital.

Memang, mengajar kaum buta aksara tidaklah mudah. Perlu trik khusus. Apalagi bagi kaum ibu-ibu yang punya urusan rumah, harus masak, harus mendidik anak, termasuk meminta izin suami untuk belajar baca dan tulis.

Karena itu, Syarifudin Yunus, penggagas GeberBura di kaki Gunung Salah Bogor menerapkan cara unik dalam mengajar kaum buta aksara. Jarang terjadi di tempat lain. Dia selalu  memberikan "hadiah" buat kaum buta aksara setiap kali seusai belajar baca dan tulis selama 2 jam. Kadang peserta kaum buta aksara diberikan seliter beras, 3 bungkus mie instan atau jajan bakso bareng. Semuanya dimaksudkan agar para kaum buta aksara senang dan selalu bersemangat belajar baca dan tulis.

"Saya menerapkan metode "BE-NANG" alias BElajar dengan seNANG. Maklum ibu-ibu, terlalu rentan untuk gak mau belajar. Maka suasana belajar harus dibikin senang. Alhamdulillah sekarang sudah setahun dan mereka sudah mulai bisa baca dan tulis" ujar Syarifudin Yunus, yang berprofesi sebagai Dosen Pendidikan Bahasa Universitas Indraprasta PGRI Jakarta.

Syarif, begitu panggilannya, menyadari bahwa orang tua yang buta aksara akan jadi sebab utama anak putus sekolah. Bila si anak putus sekolah, maka artinya akan mencetak generasi buta aksara baru di kemudian hari. Belum lagi ditambah persoalan kemiskinan. Maka lengkaplah penderitaan kaum buta aksara di Indonesia.

Melalui GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBER BURA), Syarif memberanikan diri untuk memberantas kaum buta aksara. Sekalipun penuh tantangan, kini ada 8 ibu-ibu kaum buta aksara yang belajar baca dan tulis secara rutin  seminggu 2 kali.  Selain diberi "hadiah", GeberBura pun menjalankan aktivitas belajar baca dan tulis yang unik lainnya, seperti:

  • Ada "pekerjaan rumah" untuk menulis 1 lembar halaman buku tulis
  • Maju ke papan tulis untuk mengeja dan menulis dengan benar
  • Nonton youtube bareng-bareng untuk melancarkan cara membaca
  • Nyanyi bersama untuk menjadikan suasana belajar menyenangkan

"Alhamdulillah, metode BENANG yang diterapkan di GeberBura bikin kaum buta aksara senang belajar baca dan tulis. Sehingga mereka selalu datang saat jam belajar. Program ini akan berjalan secara berkelanjutan. Hingga mereka benar-benar terbebas dari buta aksara. Bahkan saya berniat untuk menciptakan program kemandirian ekonomi buat mereka" tambah Syarifudin Yunus yang kini tengah menempuh Program Doktor -- S3 Manajemen Pendidikan di Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor.

Setelah berhasil menjalankan program taman bacaan masyarakat dengan 60-an anak pembaca akatif dengan kegiatan membaca seminggu tiga kali dan rata-rata tiap anak mampu membaca 5-8 buku per minggu, kini Syarif melalui TBM Lentera Pustaka bertekad "perang total" untuk memberantas buta huruf. Sepertinya daerah ini tidak termasuk yang terdeteksi ada buta aksara.

Maka, urusan buta aksara dan putus sekolah. Hakikatnya harus dimulai dari kepedulian dan dilakukan secara berkelanjutan. Apapun tantangan yang dihadapi, ikhtiar untuk membantu kaum buta aksara sangat butuh kepedulian semua pihak. Dan yang penting, harus ada cara unik untuk mengajar kaum buta aksara  #GeberBura #TBMLenteraPustaka

Dokpri
Dokpri

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun