Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berani Tanam, Berani Cabut

19 Agustus 2019   19:12 Diperbarui: 19 Agustus 2019   19:34 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berani tanam berani cabut, itu namanya tuntas. Kira-kira begitu kata wong ndeso. Tukang kebun, gitulah ibaratnya. Ada saat tanam, ada saat cabut. Jadi semuanya tuntas. Kelar alias beres.

Beda sama wong kota.

Berani mulai tapi gak pernah tuntas. Berani ngomong begini begitu. Tapi nyatanya gak dilakonin. Banyak yang sudah baik niatnya. Tapi saat dikerjakan tidak pernah tuntas. Pantes, masalah ada melulu. Kerjanya ekspos masalah. Lalu berharap tuntas dengan sendirinya. Keren.

Berani tanam, berani cabut.

Mungkin bisa disamakan dengan pepatah beken, "berani berbuat berani bertanggung jawab". Berani ngomong berani tanggung risiko. Gitulah kira-kira. Susah kalo banyak omong terus diklarifikasi. Mendiangan diam. Itu jauh lebih dari cukup. Makanya, kaloberani berbuat ya berani tanggung jawab. Gitu doang gampang kan...

Berani tanam berani cabut. Berani ngomong berani tanggung risiko.

Secara bahasa sih gak ada yang istimewa. Lugas dan sangat jelas. Semua orang juga paham dan itu baik. Memamg zaman now, makin susah cari diksi yang menyejukkan. Maunya dibikin panas, bikin hot. Entah akibat apa?
Berani tanam ya harus berani cabut. Biar TUNTAS. Jangan berani tanam, tapi ditinggal kabur. Giliran panen, mau duluan. Jadi kata saya, bahwa biang masalah itu adalah ketidak-tuntasan. Kata orang tua zaman dulu bilang, "setengah-setengah". Tidak tuntas, di manapun sering jadi masalah.

Jadi, apapun bikin tuntas. Jangan mau enaknya doang, giliran sepah-nya gak mau. Katanya berani berbuat maka harus berani bertanggung jawab.

Berani Tanam Harus Berani Cabut, begitulah seharusnya. Agar manusia hati-hati. Tidak asal ceplos. Apalagi dirasuki kebencian dan sejenisnya. Semua urusan itu harus hati-hati. Gak boleh "sembrono" kata wong ndeso. TANAM banyak-banyak benih yang positif. Terus CABUT akar-akar yang negatif. Insya Allah bisa tuntas, alias beres.

Nah paling terakhir. Bila sudah berani tanam berani cabut. Maka fokus kita jangan pada masalahnya. Tapi fokus pada Allah, karena DIA yang memberi solusi ... ciamikk #BeraniTanamBeraniCabut #TGS

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun