Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Literasi Media Sosial Warga Medsos Rendah

5 Januari 2019   08:49 Diperbarui: 5 Januari 2019   19:53 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Di media sosial. Bisa diprediksi, kita makin kenyang sama hoaks atau berita bohong. Ditambah ujaran kebencian, shaming, bullying, dan konten negatif lainnya. Maka lengkaplah "kelaparan" yang menghiasi jagat per-media sosial-an di Indonesia.

Riset "We Are Social" (Jan 2018) pun merilis rata-rata orang Indonesia menghabiskan 3 jam 23 menit sehari untuk mengakses media sosial. Kini, sudah 49% penduduk Indonesia  tercatat sebagai pengguna aktif media sosial. Keren dan luar biasa.

Maka wajar, ketika ada "7 truk kontainer" keluar dari Tanjung Priok, siapa saja yang ada di dekat situ bisa bikin informasi apa saja. Bisa bilang "surat suara yang udah dicoblos", bisa juga "sertifikat tanah yang siap diedarkan". Termasuk "buka bengep" karena pengen awet muda dan cantik (barangkali bukan barangrongsokan) pun diplesetin "habis digebukin". Contoh kayak begitu, tentu hanya terjadi di media sosial. Media sosial emang keren bin ciamik.

Kita,  pasti senang sama barang-barang konsumsi. Mulai dari makanan, fashion, buku bacaan, kosmetik, bahkan kendaraan. Maka untuk urusan itu semua, kita pun "sangat pandai" memilah dan memilih mana yang cocok mana yang tidak. Ada yang suka makanan pedas, ada yang tidak. Ada yang suka fashion motif batik ada yang tidak. Sudah pasti, tiap kita berbeda pilihan beda selera. Makanya, harus dipilah dan dipilih yang cocok. Biar nyaman dan enak buat kita, tentunya.

Tapi sayang, kita sering lupa.

Hari ini dan ke depan, ada barang konsumsi yang kita snatap tiap hari tiap menit tiap detik.Bahkan dengan sangat rakusnya kita lahap. Itulah "informasi" atau "berita", apalagi yang ada di media sosial. Andai saja, informasi atau berita itu kita anggap sebagai obat-obatan. Tentu, kita gak bisa tenggak semua obat untuk semua penyakit. 

Minum obat itu kan biar kita sehat, biar fit. Jangan minum obat, bila bikin tambah sakit atau malah pusing. Jadi harusnya, informasi pun harus bisa dpilah dan dipilih yang bisa bikin lebih sehat.

Media sosial itu hebatnya, gak kenal kasta. Apapun yang ada di medsos, berasal dari manapun terlalu mudah dilahap oleh semua orang. Jangan orang gak pintar, orang pintar saja bisa "hanyut" terbawa arus banjir informasi yang gak terbendung lagi di media sosial. Tiap informasi, gagal dipilah, gagal dipilih apalagi cari tahu kebenarannya. 

Wajar kalau akhirnya, hoaks atau berita bohong jadi merajalela. Terus, siapa yang harus bertanggung jawab bila sudah begitu? Yang paling gampang sih, salahin saja pemerintah. Negara ini mau bagus mau gak, itu kerjaan pemerintahnya bukan rakyatnya. Cakep.

Hari ini dan esok, informasi itu makin gampang diperoleh. Informasi itu ada di mana-mana. Bahkan informasi itu pun terlalu mudah dibuat. Oleh siapapun, atas motif apapun. Tapi sayang, kita sering lalai. Kita justru malas dan tidak mau mengecek "kebenaran informasi itu sendiri". Terlalu gampang menebar informasi, yang belum tentu benar.

Bila mau jujur, saya dan teman-teman saya, mungkin sangat "literasi media sosial". Agra bisa memanfaatkan media sosial untuk kebaikan, untuk kemaslahatan umat. Bukan untuk menyesatkan, apalagi menjadi lebih bodoh dari sekolah dan ijazah yang bertahun-tahun dijalaninya. Literasi media sosial itu sangat penting, sangat perlu. 

Biar kita bisa memilah dan memilih informasi yang layak dibaca dan bahkan ditulis. Semua itu ada di diri kita, bukan di diri orang lain bukan pula di diri pemerintah.

Membaca itu perlu, tapi bukan untuk menjatuhkan. Menulis pun penting, tapi bukan untuk menyesatkan... Saya, sangat butuh literasi media sosial .... #TGS #LiterasiMediaSosial

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun