Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Sentimen Bahasa Politik, Teks Sarkasme Penuh Akrobatik

28 Oktober 2018   19:12 Diperbarui: 28 Oktober 2018   19:30 1180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SENTIMEN BAHASA POLITIK

Siapa yang gak kenal istilah #2019GantiPresiden yang dilawan #2019DuaPeriode. Belum lagi istilah "Cebongers" lalu dilanjutkan "Tahun 2030 Indonesia Bubar" hingga datang "Stuntman Pencitraan" yang menjadi sebab kebohongan "muka bengkak katanya dianiaya padahal bedah plastik" sehingga membuat "99% orang Indonesia hidup sangat pas-pasan" yang jadi sebab "tempe setipis ATM" dan akhirnya muncullah "Politikus Sontoloyo". Terlepas dari siapa yang ngomong begitu. Tapi sebagian bilang itu kata-kata "suci" sebagain lagi bilang itu kata-kata "kotor". 

Sentimen Bahasa Politik, telah menghiasi jagat politik dan media sosial kita. Kata-kata itu semua realitas bahasa politik di Indonesia. Maklum jelang, pilpres 2019. Semua politisi, semua partai dan koalisinya, semua capres-cawapres sedang menari di atas "panggung politik" untuk satu tujuan; meraih kekuasaan. 

Sebagai orang bahasa, saya mengamati "teks politik -- kata-kata politik" yang beredar dalam 3 bulan terakhir, 90% isinya hanya celotehaan, sindiran, dramatisasi masalah belaka. Tidak ada alasan untuk memberi solusi, tidak ada tindakan konkret untuk mengatasinya. Bahasa yang pandai menemukan masalah, tanpa bisa menyelesaikan masalah. Itulah bahasa politik.

Kata-kata kebencian, kosakata cacian dan makian. Hanya cermin bahasa politik yang beredar saat ini. Saling sindir, saling ejek, hingga saling mencaci. Itulah warna bahasa politik yang penuh sentimen. Sebutlah "Sentimen Bahasa Politik", gejala bahasa yang makin membahana di hari ini dan hari-hari ke depan, hanya untuk kepentingan politik.

Sentimen bahasa politik.

Ya itu hanya terjadi pada komentar yang nadanya miring. Kata-katanya bermuatan negatif. Bahkan tidak sedikit yang kosakata-nya berisi kebohongan atau fitnah. 

Bahkan data dan fakta bisa dibuat sendiri hanya untuk kepentingan politik. Bahasa politik memang penuh sentimen; kata-kata yang ditumpangi ejekan, cacian, hujatan, dan sebagainya. Sekali lagi, sebut saja itu semua "sentiment bahassa politik". Karena sentimen, basisnya hanya ketidaksukaan, kebencian, dan rasa permusuhan.

Suka tidak suka, masyarakat memang harus lebih cerdas dalam menyerap bahasa politik. Sadar atau tidak sadar, masyarakat harusnya tidak perlu mengikuti "gaya bahasa berperang" para elit politik. Karena memang ada strategi di dua kubu itu, untuk menanamkan "bibit" kebencian untuk saling mengalahkan, menjatuhkan.

Sentimen bahasa politik, tidak lain sebuah teks sarkasme yang akrobatik. 

Panggung politik jelang pilpres 2019, memang tiada hari tanpa sentimen. Apalagi di medsos. Sentimen kian merebak dan kian melimpah ruah. Kata-kata atau kalimat politik, teks politik selalu menjadi sumber kegaduhan. Sentimen bahasa politik kian merajalela. Walau itu sah-sah saja, boleh-boleh saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun