Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Pemersatu Asia Tenggara (Simposium LPB Unindra)

19 Agustus 2017   04:42 Diperbarui: 19 Agustus 2017   04:46 3549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mampukah bahasa Indonesia atau bahasa Melayu menjadi bahasa pemersatu kawasan Asia Tenggara?

Sama sekali tidak mudah untuk diwujudkan. Memang bukan angan-angan jika melihat adanya "kesamaan" bahasa di beberapa negara di Asia Tenggara yang telah menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi. Tapi bisa jadi pula "jauh panggang dari api" alias retorika semata untuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi di kawasan Asia Tenggara.

Kini, hanya diperlukan sikap berbahasa yang konsisten dan terpelihara sambil tetap menjunjung tinggi bahasa sebagai identitas dan jati diri di antara pemakai bahasa Indonesia atau bahasa Melayu. Setelah itu, tergantung ada komitmen atau tidak dari negara-negara Asia Tenggara itu sendiri untuk memiliki "bahasa kebersamaan".

Itulah kira-kira simpulan yang tercermin dalam acara Simposium Internasional "Upaya Peningkatan Bahasa Indonesia Sebagai Alat Pemersatu di Kawasan Asia Tenggara"" yang diselenggarakan Lembaga Pengembangan Bahasa Universitas Indraprasta PGRI  (LPB Unindra), 18 Agustus 2017 di Jakarta. Acara yang dibuka Rektor Unindra Prof. Dr. H. Sumaryoto ini dihadiri sekitar 150 peserta yang berlagsung di Kampus Unindra Jakarta secara penuh waktu, pagi hingga petang.

Tampil sebagai pembicara dalam Sidang Pleno I dalam Simposium Internasional ini, antara lain: 1) Prof. Dr. Dendi Sugono (Indonesia) -- Penguatan Bahasa Indonesia sebagai Daya Pemersatu Asia Tenggara, 2) Prof. Madya Dr. Norliza Jamaludin (Malaysia) -- Upaya Bahassa Melayu sebagai Sarana Ilmu, dan 3) Dr. Yabit Alas (Brunei Darussalam) -- Maju Bangsa Maju Bahasa, dengan moderator Zulfa Hanum, M.Psi.

Untuk mempertegas "ruang kemungkinan" bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu di kawasan Asia Tenggara, Simposium Internasional yang untuk kali pertama diselenggarakan Unindra ini menampilkan pula pembahasan pararel dengan menampilkan beberapa pemakalah, diantaranya: 1) Syarifudin Yunus, M.Pd -- Peran Bahasa Indonesia dalam Distorsi Bahasa Politik, 2) Dr. Merry Lapasau -- Nilai Keraifan Lokal Peribahasa, 3) Gunawann Widiyanto -- Wacana Peringatan dalam Bahasa Malaysia, 4) Dr. Zuraini Ramli (Malaysia) -- Bahasa Melayu sebagai Bahasa Ilmu, 5) Zainal Arifin Masri -- Faktor Pendukung Bahasa Melayu dalam Ekonomi dan Bisnis, dan 6) Dr. H. Suparman Ibrahim -- Pemertahanan Bahasa Daerah. Pembahasan ini moderator oleh Dr. Bambang Sumadyo dan Dr. Syahfitri Purnama.

Sekali lagi, tidak mudah untuk menjadikan bahasa Indonesia atau bahasa Melayu sebagai bahasa pemersatu di Asia Tenggara. Namun salah satu jalan yang harus ditempuh adalah semua pemerhati dan pemakai bahasa Indonesia atau bahasa Melayu harus terus menyuarakan sambil mengkaji secara ilmiah. Apakah benar kawasan Asia Tenggara membutuhkan bahasa pemersatu?

Sejarah telah membuktikan, bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu pernah digunakan hampir di semua kepulauan Nusantara. Sejak masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya hingga ke daerah-daerah sebelah timur Nusantara. Memang cukup pantas bahasa Indonesia atau bahasa Melayu mulai menapak menjadi bahasa pemersatu di Asia Tenggara. Di sisi lain, sudah saatnya pula negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN untuk menjalin hubungan baik dan interaksi yang tidak hanya mengedepankan pendekatan politik. ASEAN perlu memulai dan menekankan "pergaulan dalam segala aspek" melalui pendekatan bahasa dan budaya.

Mengapa bahasa pemersatu? Karena bahasa Indonesia atau bahasa Melayu memang dikenal memiliki sistem bahasa yang sederhana, mudah dipelajari karena tidak mengenal kasta dalam berbahasa, bahasa yang dinamis, mampu  menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.

Maka bahasa pemersatu di Asia Tenggara, sungguh bangsa-bangsa di ASEAN hanya membutuhkan komitmen dan gerakan yang kolektif untuk menciptakan tatanan berbahasa yang lebih bermartabat, penuh kesantunan, dan mencerdaskan sebagai identitas dan jati diri kawasan Asia Tenggara.

Sebutlah itu semua dengan"bahasa kebersamaan" antarwarga di kawasan Asia Tenggara. Bahasa dalam bingkai kemelayuan yang kental dengan kata-kata dan ungkapan yang santun dan bermartabat sebagai simbol nasionalisme bersama negara-negara di kawasan Asia Tenggara ...

Akankah itu bisa terwujud? Wallahu a'lam .... #SimposiumInternasionalBahasa #LPBUnindra #BahasaIndonesia

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun