Mohon tunggu...
Syarif Hidayatullah Nasution
Syarif Hidayatullah Nasution Mohon Tunggu... -

Penulis. Mahasiswa Fakultas Hukum Krisnadwipayana. Musisi Jalanan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pluralisme dan Islam di Indonesia

25 September 2012   15:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:42 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13485884911930165871

Dalam Ilmu Sosial, Pluralisme diartikan sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukan rasa saling menghormati dan toleransi satu sama lain. Kata ‘Pluralisme’ berasal dari bahasa Ingris, pluralism yang tidak lain berasal dari bahasa Latin, Plures, yang berarti beberapa dengan implikasi perbedaan. Dari sumber kata-kata tersebut diketahui bahwa pluralisme tidak menyeragami bentuk agama menjadi sama, karena ketika  terjadi keseragaman maka tidak adalagi kata religious plurality atau pluralitas agama. Secara mutlak, jelas agama satu dengan yang lainya pasti berbeda. Oleh karena itu pluralisme bukanlah faham yang meleburkan semua agama menjadi satu bentuk, namun sikap menghargai dan toleransi akan sesama manusia yang menjadi mahkluk sosial. Nurcholish Madjid memperjelas, pluralisme tidak saja mengisyaratkan adanya sikap bersedia mengakui hak kelompok agama lain untuk ada, melainkan juga mengandung makna kesediaan berlaku adil kepada kelompok lain itu atas dasar perdamaian dan saling menghormati. Pernyatan itu juga didukun oleh pernyataan Frans Magnis Suseno yang berpendapat bahwa menghormati agama orang lain tidak ada hubunganya dengan ucapan bahwa semua agama adalah sama. Pluralisme bisa dikatakan salah satu cirri khas masyarakat modern dan kelompok sosial paling penting, dan mungkin dapat menjadi pengaruh besar terhadap kemajuan ilmu pengetahuan, masyarakat dan perkembangan ekonomi. Pada sebuah masyarakat otoriter atau oligarkis, ada konsentrasi kekuasaan politik dan keputusan dibuat oleh hanya sedikit anggota. Sebaliknya, pada masyarakat pluralistis, kekuasaan dan penentuan keputusan lebih tersebar. Ditahun 2010 adalah catatan kelam tentang keberadaan pluralisme di Indonesia, krisis toleransi beragamapun terjadi. Kasus sengketa tanah rumah peribadatan di kota Bekasi yang berujung dengan tindakan pidana penusukan, lalu kasus tindakan anarki yang dilakukan ormas Front Pembela Islam. Hal ini telah membuktikan bahwa pemerintah dianggap gagal dan tidak tegas menanggulangi permasalahan tersebut. Padahal Indonesia terkenal sebagai Negara yang menyunjung tinggi toleransi beragama. Hal ini beralasan, karena Indonesia memiliki Pancasila sebagai pondasi Negara, dan disebutkan pada sila ke-1 Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa tentang bagaimana norma kebebasan beragama diterapakan. Belum lagi dibentengi dengan undang-undang, sudah sepatutnya dapat menjadi proteksi pada masyarakat beragama di Indonesia. Namun sepertinya hal itu tidak terealisasikan pada sosialisasi masyarakat di tahun 2010 yang lalu. Hingga masyarakat skeptis akan kinerja pemerintah yang kurang peka dan terkesan plin-plan Tantangan Pemerintah Permasalahan agama yang hingga berujung pada aksi anarki 2010, sudah jelas menjadi PR atau tantangan Pemerintah untuk bisa lebih sensitif dan tegas menanggulangi permasalahan agama. Pertikaian agama dapat menggangu kestabilitasan keamanan nasional, bahkan celah pertikaian ini dapat dipergunakan elite politik melakukan konspirasi untuk menjatuhkan rezim kepermerintahan yang berlangsung. Oleh sebab itu pluralisme ditahun ini harus benar ditegakan oleh semua agama, khususnya agama Islam sebagai agama mayoritas. Jangan sampai Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia dapat diprovokasi untuk melakukan tindak diskrimintaif pada agama minoritas. Hal ini biasanya terjadi karena mereka tidak siap menerima perbedaan dan krisisnya sportifitas. Tentunya kita tidak mau hal itu menjadi mendarah daging di negeri ini dan menjadi virus digenerasi penerus. Sudah saatnya pemeritah menyerukan pluralisme dan menggunakan undang-undang sebagai tindakan real dan media penyelesaian dalam permasalahan keagamaan. Islam begitu juga agama lainya tidak menghendaki kekerasan. Al-Quran sebagai kitab Islam memiliki pandangan sendiri menghadapi perbedaan seperti itu. Terhadap ahli kitab atau orang yang melenceng dari ajaran agama tersebut, umat Islam diperintahkan untuk mencari titik temu atau disebut kalimat sawa. Jika terjadi antara umat Islam dengan agama lain atau kepercayaan yang lain, dianjurkan untuk berdialog yang disebut juga wa jadlhum billati hiya ahsan. Jadi jelas bahwa Islam tidak mengharuskan kekerasan untuk mencapai kata mufakat. Mungkin perlu pengkajian ulang untuk lebih mengerti makna pluralisme yang sebenarnya, karena untuk pendidikan, faham pluralisme memenuhi kapasitas pembentukan moral seseorang dan dapat hidup bersama serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi. Diharapkan juga disini tokoh MUI, Muhammadiyah dan organisasi masyarakat dapat menerapkan faham tersebut dengan maksud menjaga kestabilitasan keamanan dan kesejahteraan masyarakat umum. Menengok sejarah Jika sebagian masyarakat Islam menentang pluralisme, itu dapat dimaklumi. Mungkin karena kurang pengkajian faham ini dan hubunganya dengan Islam sendiri. Apabila menengok sejarah, ternyata Islam adalah agama yang kental menerapkan pluralitas. Sebelum Islam datang, ditanah Arab sudah muncul berbagai jenis agama, seperti Yahudi, Nasrani, Majusi, Zoroaster dan Shabi’ah. Nabi Muhammad tak menganggap ajaran agama sebelum Islam sebagai ancaman. Alkisah, nabi pernah menerima para tokoh Kristen Najran yang berjumlah 60 orang. Rombongan dipimpin Abdul Masih yaitu tokoh yang berpengaruh. Ketika rombongan itu sampai di Madinah, mereka langsung menuju masjid tatkala nabi shalat ashar bersama para sahabat. Ketika waktu kebaktian telah tiba, mereka pun tidak mencari gereja. Nabi Muhammad memperkenankan rombongan melakukan kebaktian atau sembahyang di dalam masjid. Bahkan Nabi Muhammad sendiri pernah memiliki budak perempuan beragama Kristen, Maria binti Syama’un al-Qibtyah al-Mashiyah. Sahabat nabi Umar ibn Khattab membuat traktat di Yarusalem, dikenal dengan “Piagam Aelia” ketika Islam menguasai wilayah ini. Piagam ini berisi jaminan keselamatan dari penguasa Islam terhadap penduduk Yarusalem bahkan yang non muslim sekalipun. Salah satu penggalan paragrafnya tertuliskan: “inilah jaminan keamanan yang diberikan Abdullah, Umar, Amirul Mukminin kepada penduduk Aelia: ia menjamin keamanan mereka untuk jiwa dan harta mereka, dan untuk gereja-gereja dan Salib-salib mereka, dalam keadaan sakit maupun sehat, dan untuk agama mereka secara keseluruhan. Gereja-gereja mereka tidak akan diduduki atau tidak pula dirusak dan tidak dikurangi sesuatu apapun dari gereja-gereja itu dan tidak pula dari lingkunganya, serta tidak salib mereka, dan tidak sedikitpun dari harta kekayaan mereka. Mereka tidak akan dipaksa meninggalkan agama mereka dan tidak seorangpun dari mereka boleg diganggu”. Inilah beberapa sikap teologis Al-Quran dalam merespons pluralitas dan umat beragama. Sementara sikap sosial-politinya berjalan dinamis dan fluktuatif. Islam itu dinamis, sikap Islam terhadap agama lain sangat tergantung pada penyikapan mereka terhadap umat Islam. Jika umat non-Islam memperlakukan dengan baik, maka Islampun memperlakukanya dengan baik. Sebaliknya, jika sekiranya mereka bersikap keras bahkan mengusir umat Islam dari kediamanya, maka umat Islam diijinkan membela diri dan melawan. Oleh sebab itu pluralisme sepatutnya tidak dilihat sebelah mata, dalam masyarakat kita, saatnya umat Islam lebih memperhatikan ayat-ayat universal, setelah sekian lama memfokuskan diri pada ayat-ayat partikular. Sebab ayat-ayat universal mengandung pesan-pesan dan prinsip-prinsip umum yang berguna untuk membangun tata kehidupan Indonesia yang damai. Disamping itu membangun kerukunan antar umat beragama jelas membutuhkan tafsir Al-Quran yang lebih menghargai umat agama lain

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun