Mohon tunggu...
M Syarbani Haira
M Syarbani Haira Mohon Tunggu... Jurnalis - Berkarya untuk Bangsa

Pekerja sosial, pernah nyantri di UGM, peneliti demografi dan lingkungan, ngabdi di Universitas NU Kal-Sel

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Refleksi SDM untuk Daya Saing Indonesia

15 Oktober 2019   21:33 Diperbarui: 15 Oktober 2019   22:50 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahasiswa Indonesia, dididik untuk menjadi SDM unggul, dan berdaya saing dunia (foto : SH)

Jika kita perhatikan kehidupan rakyat Indonesia hari ini, sebagai negara terbesar ke-4 di dunia, setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat, yang masing-masing dengan jumlah penduduk 1.4 miliar, 1.3 miliar, 331 juta, dan 268 juta.

Angka-angka itu sangat bombastis. Bandingkan misalnya dengan sejumlah negara Arab, penduduk Indonesia jauh di atas mereka. Sebutlah misalnya Arab Saudi yang hanya sekitar 33 juta, Qatar 2.6 juta, Oman 4.6 juta, Palestina 4.8 juta, Libya 6.3 juta, Tunisia 11 juta, Suriah 18 juta, Yaman 28 juta, Irak 38 juta, Iran 82 juta, Bahrain 1.4 juta, Emirat Arab 9.4 juta, untuk menyebut beberapa contoh.

Atau dibanding sejumlah negara Eropa, pun tak sebanding. Misalnya Prancis 67 juta, Jerman 82 juta, Inggris 65 juta, Italia 60 juta, Swedia 10 juta, Hongaria 9.7 juta, Austra 8.8 juta, Swiss 8.4 juta, Georgia 3.7 juta, Islandia 350 ribu, Monako 38 ribu, juga untuk nyebut beberapa contoh.

Sejumlah negera tetangga Indonesia juga masih di bawah, Filipina 109 juta, Vietnam 93.7 juta, Thailand 68 juta, Malaysia 32 juta, Australia 25.4 juta, Sri Langka 21 juta, Singapora 5.6 juta, Timor Leste 1.1 juta, atau Brunei 422 ribu, untuk menyebut sejumlah negara tetangga.

Ternyata, negara maju itu tak ditentukan oleh jumlah penduduknya. Melainkan oleh SDM-nya, oleh karakteristiknya. Maka itu tepat sekali, tak lama setelah terpilih menjadi Presiden RI 2014 lalu, Joko Widodo melontarkan ide kontroversial, berupa nawacita kebangsaan yang dia sebut dengan "revolusi mental".

Sejumlah negara yang disebut di atas tercermin, ada negara kecil, maju dan sekaligus miskin. Sebaliknya, ada negara besar, makmur dan sejahtera, juga sekaligus terkebelakang. Semuanya akan sangat tergantung SDM-nya. Contoh nyata Singapora, negaranya kecil dan SDA-nya zero. Tetapi kekayaannya berlimpah, termasuk negara teratas dalam hal PDB, income per kapita.

Maka itu tak ada pilihan lain, kecuali negeri ini sepakat membangun SDM. Revolusi Mental yang dikumandangkan Jokowi 5 tahun lalu, dimaksudkan untuk itu. Apalagi di periode kedua ini, Jokowi sudah bertekad membangun SDM, setelah selama ini hanya lebih banyak memacu infrastruktur di semua wilayah nusantara.

Ada banyak indikator yang bisa digunakan untuk membangun SDM ini. Beberapa di antaranya, misalnya memerangi penyakit kebencian atau dendam. Orang yang terkena penyakit ini tak akan produktif. Dampaknya, seluruh waktu dan pikirannya akan habis begitu saja, dan tak akan pernah bisa menjadi orang yang sangat produktif.

Maka itu, saatnya warga negara di negeri ini menghilangkan penyakit ini. Apalagi jika mampu membaliknya, bisa menimbulkan spirit dan berkah. 

Karena jika saja kita sebagai warga negara berhasil memandang semua kesalahan dan kekurangan orang lain, tentu bisa jadi berkah. Apalagi jika kita bisa tulus memaafkan, mendoakan, serta memperbaiki dan menjaga aib orang lain. Dalam pandangan hukum agama ini menjadi  semacam ladang pahala, tanpa biaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun