Oleh karenanya, tak heran jika di kota ini Mesjid, Musholla, atau Majelis Taklim bertebaran hampir ada di semua sudut kota. Kawasan Kelayan bahkan layak disebut kawasan penuh mesjid, karena tiap gank atau komplek selalu ada mesjidnya. Sementara ummat Katholik hanya punya 3 Gereja. Ummat Kristen punya 25 gereja permanen dan 30 seadanya. Ummat Hindu punya satu Pura, sedang ummat Budha punya 5 Vihara serta 2 Kelenteng.
Pertanyaannya, apa yang sudah dilakukan negara, melalui pemerintahan Kota Banjarmasin untuk warganya, khususnya Walikota-nya. Dalam hemat saya selama ini, ternyata dari satu walikota ke walikota penggantinya, tak ada terobosan yang berarti. Mereka hanya menjalankan roda organisasi pemerintah secara rutin, monoton dan monolog.Â
Dari acara ke acara, dan dari peresmian ke peresmian. Era Haji Muhidin mungkin banyak yang telah memberikan jempol bungas, karena pengusaha tambang batubara itu bonek membongkar perumahan warga (seperti di kawasan Jalan Veteran) buat pelebaran jalan.Â
Era dia pula lah yang sudah bikin karya monumental buat kota Banjarmasin, yakni mendirikan Menara Pandang. Tempat ini hari ini menjadi alternatif bagi warga buat silaturahim dan refreshing keluarga, termasuk tamu-tamu dari luar daerah.Â
Malah jika dibanding kabupaten lain yang ada di Kalsel, alokasinya koya ini nampak tidak menonjol. Berbeda dengan sejumlah kabupayen lainnya, alokasi anggarannya jauh lebih besar. Maka itu tak heran, jika menyongsong Hari Ulang Tahun kota ini tahun 2019 ini, semakin nyaring terngiang di telinga pengamat, nyanyian warga kota ini, "Banjarmasinku Sayang, Banjarmasinku Malang".Â
Semoga ini tak menjadi kenyataan. Semoga pula optimisme masih menjadi bagian bagi kota Banjarmasin. Aamiin ... !!!