Mohon tunggu...
M Syarbani Haira
M Syarbani Haira Mohon Tunggu... Jurnalis - Berkarya untuk Bangsa

Pekerja sosial, pernah nyantri di UGM, peneliti demografi dan lingkungan, ngabdi di Universitas NU Kal-Sel

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Idealnya FIFA Rombak Agenda Piala Dunia

1 Juli 2018   22:10 Diperbarui: 1 Juli 2018   22:35 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anwar El Ghazi, Pemain Belanda keturunan Maroko

Sudah lebih setengah bulan perhatian penghuni bumi ini ke Rusia, negeri yang dulu terkenal sebagai salah satu imam penggerak faham komunisme - sosialisme. Negeri ini dulunya tergabung dalam sebuah federasi bangsa-bangsa, bernama Uni Soviet. Era itu ada "perang dingin" antara blok barat dan blok timur. Blok barat dimotori oleh Amerika Serikat (AS), dan blok timur dipimpin oleh Uni Soviet (US).

Power US sungguh luar biasa. Di kawasan Amerika Latin, ada sekutunya seperti Kuba dan sejumlah negara berfaham komunis di sekitarnya. Di Eropa, ada Polandia, Albania, Yugoslavia dan sejumlah negara federasinya. Di Asia, sangat luar biasa, ada RRC, Korea, Afghanistan, Vietnam, Kamboja dan sebagainya. Di Afrika pun juga ada sekutunya seperti Kongo, Angola dan sebagainya. 

Gara-gara faham komunis ini, sejumlah negara terpecah belah. Jerman pernah menjadi dua, yakni Jerman Barat dan Jerman Timur. Lantas ada pula Yaman Utara dan Yaman Selatan, ada Vietnam Utara dan Vietnam Selatan, ada Korea Utara dan Korea Selatan, dan sebagainya. Sejarah panjang perang ideologi ini lumayan memakan energy yang tak sedikit, dan menjadikan peperangan yang tak henti-henti. Setidaknya untuk era tersebut.

Runtuhnya tembok Berlin di penghujung tahun 1980-an dan ambruknya Uni Soviet di awal tahun 1990-an mengantarkan kehidupan dunia ke suasana baru. Perang Dingin pun sirna, meski konflik antar negara tak kunjung hilang. Persaingan, kompetensi, bahkan pertarungan demi pertarungan antar negara malah menguat. Ruang kompetensinya pun malah makin melebar. Setidaknya itulah yang nampak hari ini, AS misalnya, yang selalu merasa sebagai negara super power, terlebih kini setelah dipimpin politisi gaek Trump, mereka malah bisa berbuat semena-mena, membuat banyak negara lainnya mengurut dada. Hatta dari sejumlah negara sekutunya seperti Eropa.

Perang dagang antara AS dengan China misalnya, kini makin mengglobal. Sejumlah negara lain pun larut oleh keadaan tersebut. Belum lagi konflik laten AS dengan Rusia, yang terkait dengan keinginan untuk berkuasa di negara-negara lain, misalnya seperti terlihat di kawasan Timur Tengah, nampaknya bisa menjadi semacam bom waktu yang bisa merusak atau mengganggu terhadap perdamaian dunia.

Hingga hari ini, konflik yang mengganggu akan perdamaian dunia terus saja muncul. Walau sudah ada semacam gerakan untuk berdamai, konflik Korea Utara dengan Selatan bisa saja meledak. Konflik Israel vs Palestina, tak jelas akan seperti apa. Konflik Suriah tak henti-henti. Begitu juga di Iran, Irak, Yaman, Afghanistan, Mexico, sejumlah negara Balkan, dan lain sebagainya, di mana di negara-negara tersebut jika tak ada upaya damai, bisa saja memacu perang yang lebih besar.

Kemaslahatan Dunia

Event Piala Dunia seperti yang sedang berlangsung di Rusia hari ini, sudah berlangsung sekitar sejak Satu Abad yang lalu. Event ini kini rutin dilaksanakan, dilangsungkan sekali selama 4 tahun. "Aruh Ganal" (acara akbar) dikoordinasi oleh FIFA, sebuah institusi internasional yang mengurusi sepak bola. Selain mengurusi "Piala Dunia" ini, FIFA juga mengurusi "Piala Eropa", kompetensi di Afrika, Amerika Latin, Asia, dan semua negara yang menyelenggarakan pertandingan sepak bola.

Event "bola dunia" ini sangat luar biasa. Manusia yang tadinya berkonflik, baik karena faktor ideologi, bisnis, politik dan persaingan lainnya, bisa menjadi rukun di event bola dunia seperti yang hari ini berlangsung di Rusia. Olahraga memang luar biasa. Suka atau tidak, salaman antara dua pemimpin Korea yang sejak lama berseteru, dimulai oleh event olahraga. Pengaruhnya pun melebar, di mana pemimpin Korea Utara pun bisa mesra dengan musuh besarnya, Amerika Serikat.

Event ini juga mengeluarkan dana yang tidak sedikit. Andai saja ada kesepakatan antara para pengurus dan tokoh FIFA untuk menyumbangkan uang mereka kelola dan gunakan dari dana kompetisi piala dunia ini, entah berapa negara miskin yang bisa tertolong karena itu. Baik hanya sekadar untuk melunasi utang-utang negara berkembang, termasuk Indonesia, atau memang buat membangun infrastruktur bagi negara-negara yang memang sangat membutuhkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun