Mohon tunggu...
Syanne
Syanne Mohon Tunggu... Guru - An educator, a wife, a mother to two

An ordinary woman who has interests in many aspects of life

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Benarkah Malin Kundang adalah Seorang Anak Durhaka?

8 November 2017   09:54 Diperbarui: 8 November 2017   13:42 3020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Situs Batu Malin Kundang - Sumatra Barat

Para pembaca tentunya pernah mendengar cerita legenda Malin Kundang, yang bercerita tentang seorang anak yang susah payah dibesarkan oleh seorang ibu. Kemudian, ketika si anak telah berhasil menjadi seorang yang kaya, ia menolak mengenali ibunya yang terlihat kumuh dan hidup susah. Pelajaran yang didapat dari kisah Malin Kundang ini adalah seorang anak tidak boleh durhaka kepada orangtuanya. Setuju! Malin Kundang telah bertindak durhaka kepada ibunya. Mari kita merenung sejenak, apa yang dapat membuat seorang anak berlaku durhaka kepada orangtuanya?

Tulisan ini dibuat bukan untuk mengembangkan atau mengada-adakan sisi lain dari kisah Malin Kundang, tetapi untuk mengajak kita semua merenungkan kesalahan pengasuhan yang mungkin kita lakukan sebagai orangtua sehingga dapat membuat anak kita kelak menjadi durhaka. 

Salah satu kesalahan pengasuhan yang kerapkali dilakukan oleh para orangtua zaman now adalah dengan memanjakan anak terlalu berlebihan (overindulgence). Dr. Bredehoft, seorang profesor emeritus bidang psikologi, mengemukakan bahwa orangtua yang terlalu memanjakan anaknya biasanya didorong oleh motivasi yang baik, yaitu ingin membuat anaknya hidup bahagia. Motivasi ini timbul karena mungkin para orangtua terlalu sibuk bekerja atau telah hidup terpisah, sehingga untuk menutupi rasa bersalahnya karena terlalu sering meninggalkan anak, mereka jadi memanjakan si anak. Motivasi ini juga bisa timbul karena orangtua mengalami masa-masa sulit di masa kecil mereka, sehingga mereka tidak ingin anaknya mengalami hal yang sama. 

Penelitian menunjukkan bahwa ada tiga macam pola pengasuhan terlalu memanjakan yang dilakukan oleh orang tua: (1) too much (memberikan anak terlalu banyak mainan, pakaian, kegiatan, dan lain-lain), (2) over-nurture (melakukan atau menyuruh orang lain melakukan hal-hal yang seharusnya bisa dilakukan oleh si anak), (3) soft structure (tidak menetapkan aturan di rumah, atau apabila aturan sudah ada tetapi tidak memberlakukannya dengan konsisten).

Too much. Aspek pengasuhan ini tidak hanya berbicara tentang terlalu banyaknya benda-benda material yang diberikan oleh orangtua, tetapi juga terlalu banyaknya kegiatan untuk anak yang ditetapkan oleh orangtua. Karena saya bekerja di bidang pendidikan, saya sering mendapati orangtua yang sudah menjadwalkan kegiatan anaknya seminggu penuh, mulai dari kegiatan les hingga keikutsertaan si anak dalam kegiatan rohani. Ini juga merupakan bentuk pola pengasuhan yang terlalu memanjakan. Mungkin orangtua ingin melihat anaknya memiliki kemampuan super di segala bidang atau tidak ingin melihat anaknya hanya duduk di dalam rumah bermain komputer, hingga akhirnya si anak dijadwalkan memiliki kesibukan yang luar biasa. Akibatnya, anak dapat mengalami kelelahan mental atau mengalami kebosanan yang amat sangat ketika harus berdiam diri di dalam rumah. Selain itu, anak menjadi terbiasa untuk membiarkan orang lain yang mengatur hidupnya. Anak menjadi tidak percaya diri ketika harus mengatur kehidupannya sendiri.

Over-nurture. Saya sering sekali melihat para orangtua yang tidak membiarkan anak-anaknya melakukan hal-hal sederhana dengan alasan ada asisten rumah tangga di rumah. Bahkan, contoh yang ekstrem, orangtua terus menggendong anak usia 2-3 tahun karena kuatir si anak terjatuh apabila ia melangkah sendiri. Perilaku pengasuhan seperti itu membuat anak tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hal-hal dasar di dalam hidupnya, dan membuat anak tidak memiliki kemampuan untuk mengatasi masalahnya sendiri. 

Soft structure. Ketiadaan aturan di dalam pengasuhan anak dapat membuat anak menjadi sulit diatur di dalam, atau di luar rumah. Bahkan, anak juga dapat belajar menjadi manipulatif dengan memanfaatkan ketidakkonsistenan orangtua dalam menjalankan aturan. 

Anak-anak yang terlalu dimanjakan akan tumbuh dengan pemikiran bahwa dirinya adalah pusat segalanya. Ia akan cenderung untuk tidak menghargai barang miliknya sendiri, atau barang-barang milik orang lain. Ia bahkan akan cenderung untuk sulit menghargai orang lain. Anak ini juga akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak berdaya karena sudah terbiasa dilayani dalam berbagai aspek kehidupannya. Dr. Bredehoft juga menemukan bahwa anak-anak yang terlalu dimanjakan ini akan tumbuh menjadi pribadi yang cenderung lebih mementingkan tampilan luar, seperti kekayaan, ketenaran, atau citra yang menarik. Mereka tidak menganggap memelihara hubungan baik dengan orang lain adalah sesuatu yang penting.

Kembali kepada pertanyaan di alinea pertama, apa yang membuat seorang anak dapat berlaku durhaka kepada orangtuanya? Salah satunya, pola pengasuhan yang keliru! Sebelum kita, para orangtua, menciptakan Malin Kundang baru, mari kita berintrospeksi. Jangan mematikan kesempatan anak-anak kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Salam sejahtera :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun