Mohon tunggu...
Syamsul Ardiansyah
Syamsul Ardiansyah Mohon Tunggu... Relawan - Manusia Biasa dan Relawan Aksi Kemanusiaan

blog ini akan bicara tentang masalah sehari-hari. follow me in twitter @syamsuladzic\r\n\r\nPengelola http://putarbumi.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

"Sang Pencerah" dan Historiografi

21 September 2010   17:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:04 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tulisan bermula ketika seorang teman, Tanti Skober, dosen Sejarah Unpad, update di-wall FB-nya menulis, sedang menonton "Sang Pencerah" bareng anak-anak (mahasiswa) Sejarah. Saya langsung mengomentari, dapatkah film seperti sang pencerah disebut sebagai sebuah historiografi?

Dari beberapa teman yang memberikan komentar, barangkali hanya Adhi Pramudya yang memberikan respon khusus atas komentar saya. Dia bilang, "hanung (bramantio) bilang kalo di sana sini ada kekurangan terutama catatan sejarah yang tidak terdokumentasikan sepenuhnya. artinya--sesuai naturalnya film--pasti ada interpretasi. Gimana tuh jadinya?"

Apa itu Karya Sejarah?

Bagi saya, sebuah karya sejarah (historiography) itu tidak dilihat dari bentuknya, melainkan harus dilihat dari metode penggarapannya. Bentuknya bisa jadi apapun, bisa jadi buku, bisa jadi film, bisa jadi komik, bisa jadi novel. Sekali lagi, poin yang terpenting ketika kita hendak menyebut satu karya itu historiografi atau bukan, haruslah disimak dari proses penggarapannya.

Sudah menjadi konsensus umum di kalangan sejarawan jika suatu karya akan disebut sebagai historiografi jika memiliki kaidah-kaidah yang sudah disepakati. Kaidah-kaidah tersebut adalah metode sejarah. Metode ini merupakan tahap-tahap penelitian sejarah yang diawali dengan tahap pengumpulan data (heuristik), kritik ekstern (otentisitas), kritik intern (validitas), interpretasi, dan terakhir penulisan atau historiografi.

Juga sudah menjadi konsensus umum di kalangan sejarawan jika tidak ada karya sejarah yang obyektif, karena tidak mungkin sebuah karya sejarah menghindari diri dari subyektifitas. Di dalam ilmu sejarah dikenal prinsip "intersubyektif" yang secara prinsip dipahami sebagai kebenaran sejarah itu sifatnya konsensus.

Interpretasi dan historiografi, dalam metode sejarah, adalah proses subyektif, yang mana sejarawan atau penulis sejarah mengerahkan pengetahuan, perasaan, dan pikiran-pikirannya pada saat merekonstruksi sebuah peristiwa sejarah. Jadi, interpretasi dalam karya sejarah, bukanlah sebuah masalah. Interpretasi diakomodir oleh metode sejarah dan disadari sebagai ruang bagi sejarawan untuk mengutarakan pendapatnya terhadap peristiwa sejarah.

Fiksi dan Non-Fiksi

Hanung Bramantio dan aktor-aktor yang terlibat dalam film "Sang Pencerah" tidak mengelak jika dalam film tersebut terdapat banyak unsur fiksinya. Kata Hanung saat interview dalam acara MataNajwa, pengetahuan dasar tentang KH Ahmad Dahlan awalnya hanya sebatas gambar lukisan KH Ahmad Dahlan sebagaimana yang diketahui umum.

Selain itu, hanya ada satu sumber tertulis sejaman yang menceritakan tentang kehidupan KH Ahmad Dahlan. Ironisnya, sumber yang ditulis oleh Muhamad Siradj, salah seorang murid KH Ahmad Dahlan itu diperoleh dalam bentuk softcopy dari perpustakan Leiden, Belanda. Minimnya sumber itulah yang ditambal dengan interpretasi dan beberapa fiksi.

Perkara fiksi dan non-fiksi inilah yang sebenarnya paling menarik. Hampir sebagian besar sejarawan "konvensional" bersikukuh mempertahankan batas fiksi dan non-fiksi. Sebagian sejarawan secara tegas menolak mengakui bahwa dalam setiap karya sejarah sebenarnya terkandung unsur-unsur fiksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun