Mohon tunggu...
M Syamsiro
M Syamsiro Mohon Tunggu... Dosen - Pemungut Sampah, Pemanen Energi

Warga negara Indonesia asal Majenang, Cilacap, menyelesaikan pendidikan di Teknik Mesin UGM & Jepang. Berusaha untuk mendiseminasikan teknologi melalui tulisan populer dengan berprinsip pada "Teknologi untuk Rakyat". Saat ini juga menjadi dosen di Universitas Janabadra Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Harapan Baru Penyelesaian Masalah Sampah Kota

1 Agustus 2021   23:50 Diperbarui: 1 Agustus 2021   23:56 875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Penanganan sampah kota tidak bisa lagi hanya dilakukan secara parsial, tetapi harus menyeluruh dari sumber sampahnya, yaitu di rumah tangga hingga di pembuangan akhir yang ada di TPA. 

Di sisi hulu diupayakan penerapan 3R (reduce, reuse, recycle) sehingga dapat mengurangi timbulan sampah yang dihasilkan. Pada bagian ini juga bisa dilakukan proses pengomposan, budidaya lalat hitam (BSF-black soldier fly). 

Dari sisi pemerintah bisa menyediakan tempat pembuangan sementara (TPS) sebelum diproses lebih lanjut. Pada sisi tengah, beberapa proses bisa dilakukan seperti pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa), pembuatan unit RDF (refused derived fuel) dan unit biogas, maupun pembangunan pabrik kompos skala besar. Penanganan sampah di TPA merupakan upaya di sisi hilir yang harapannya hanya tinggal 20 persen sampah yang sampai di sini.

Penulis juga berupaya untuk melakukan studi banding dengan mengamati beberapa praktik baik pemilahan sampah di negara maju seperti Jepang, Korea Selatan dan Jerman. 

Rekomendasi yang penulis sarankan untuk negara kita adalah pemilahan secara sederhana yaitu memisahkan fraksi organik dan non organik. Untuk mensukseskan program tersebut, perlu dibentuk satuan tugas (satgas) yang melakukan sosialisasi dan pemantauan pelaksanaan pemilahan tersebut.

Beberapa teknologi yang ditawarkan di dalam buku ini sangat bagus dan menarik untuk dikaji, bahkan sebagian besar sudah terbukti beroperasi di beberapa negara maju. 

Salah satu yang menarik adalah teknologi RDF yang baru saja selesai dibangun di Cilacap, Jawa Tengah yang hasilnya dimanfaatkan oleh pabrik semen sebagai bahan bakar sekaligus memanfaatkan abunya untuk campuran semen. Sehingga teknologi ini bisa diadopsi di kota-kota lainnya, termasuk teknologi PLTSa yang sedang dibangun di beberapa kota di Indonesia.

Namun demikian, ada hal yang dilupakan oleh penulis, yaitu bahwa permasalahan penerapan teknologi pengolahan sampah di Indonesia tidak hanya persoalan teknologi dan manajemen pengelolaan semata, tetapi juga beberapa masalah krusial lainnya, salah satunya adalah faktor keekonomian teknologi tersebut. 

Hampir semua teknologi tersebut mensyaratkan adanya biaya pengolahan sampah (tipping fee) yang harus dibayarkan oleh pemerintah daerah (Pemda) yang nilainya mencapai ratusan ribu rupiah per ton sampah. 

Di sinilah mungkin yang menjadi penyebab mengapa teknologi yang sudah diterapkan di manca negara puluhan tahun, tapi belum juga diterapkan di negara kita. 

Sudah banyak investor yang berminat untuk mengelola sampah, tetapi Pemda menginginkan biaya nol rupiah dalam pengelolaannya bahkan kalau memungkinkan mendapatkan keuntungan dari pengelolaan tersebut, sehingga para investor pun mundur teratur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun