Mohon tunggu...
Syamsir Abduh
Syamsir Abduh Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Pengeloaan Dana Ketahanan Energi

19 September 2017   07:00 Diperbarui: 19 September 2017   08:34 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Syamsir Abduh

Sejak tahun 1995, produksi minyak bumi Indonesia terus mengalami penurunan dari 1,6 juta barel per hari (bph) menjadi 784 ribu bph. Bahkan, dalam lima tahun terakhir, laju penemuan cadangan  minyak bumi dibandingkan dengan tingkat produksi (Reserve to Replacement Ratio disingkat RRR) relatif rendah (55%) dibandingkan tingkat RRR ideal, yaitu 100%. Rendahnya nilai RRR ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: rendahnya kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi (migas), rendahnya tingkat keberhasilan eksplorasi yang dilakukan oleh perusahaan minyak, minimnya keterlibatan pemerintah dalam kegiatan ekplorasi, iklim investasi migas yang kurang kondusif bagi pelaku usaha, dan lain-lain. Selain itu, faktor teknis ikut berpengaruh, seperti  belum optimalnya penerapan teknologi Enhaced Oil Recovery (EOR) pada sebagain lapangan minyak tua. Di sisi lain, potensi energi baru dan terbarukan Indonesia berlimpah, namun  pemanfaatannya belum dioptimalkan.

Pengembangan dan pengusahaan energi baru dan terbarukan memerlukan dana yang besar, yang selama ini  menjadi kendala baik bagi pemerintah maupun bagi perusahaan nasional. Oleh karena itu diperlukan dana energi yang dialokasikan secara khusus untuk pengembangan energi nasional dalam rangka meningkatkan ketahanan energi nasional. Di beberapa Negara telah mempunyai dana energi dengan menggunakan istilah/nama yang berbeda, misalnya di Norwegia dinamai  Energy Fund, di Thailand  dinamai Energy Conservation, di Canada dinamai Clean Energy Fund. Bahkan negara tetangga kita Timor Leste telah mempunyai dana energi yang dinamai Petroleum Fund.

Tantangan Pengelolaan Energi Nasional

Penggunaan energi meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan  penduduk. Saat ini, energi yang digunakan untuk kebutuhan dalam negeri sebagian besar masih berasal dari jenis energi fosil yang merupakan energi tak terbarukan. Selain dipakai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, energi nasional yang dihasilkan juga diekspor ke luar negeri untuk mendapatkan devisa negara. Di sisi lain, akses untuk mendapatkan jaminan pasokan energi yang handal, baik dari keperluan masyarakat  maupun industri  belum terpenuhi secara optimal.

Kilang pengolahan minyak dan pipa transmisi yang merupakan sebagian dari infrastruktur energi belum optimal untuk menyediakan dan mendistribusikan migas. Keterbatasan kapasitas kilang menyebabkan Indonesia mengalami ketergantungan dalam hal impor minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM). Terbatasnya infrastruktur energi dapat menyebabkan terjadinya kelangkaan BBM dan bahan bakar gas (BBG) di sejumlah wilayah. Di samping itu, disparitas harga energi yang tinggi antarpulau menyebabkan biaya ekonomi tinggi. Demikian pula halnya dengan terbatasnya infrastruktur ketenagalistrikan. Hal ini berdampak pada rasio elektrifikasi belum mencapai 100%. Rasio elektrifikasi tahun 2015 baru mencapai 88,5% Ini berarti masih ada sekitar 29,4 juta warga Indonesia yang belum mendapatkan akses listrik. Demikian pula halnya dengan konsumsi listrik perkapita Indonesia yang hanya mencapai sekitar 217 watt per kapita. Konsumsi ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.

Dalam rangka meningkatkan kemandirian dan ketahanan energi nasional,  dipandang perlu untuk menerapkan pengelolaan energi nasional secara tepat, baik di sisi penyediaan energi nasional maupun  pemanfaatannya. Pemanfaatan sumber energi secara optimal untuk kebutuhan dalam negeri untuk bahan bakar dan bahan baku bagi industri nasional, akan menjadikan energi sebagai modal pembangunan nasional yang akan memberikan nilai tambah dan dampak berganda. Dengan terjaminnya pasokan energi dalam negeri, industri akan berkembang, sehingga akan menciptakan lapangan kerja, peningkatan penerimaan negara dari pajak maupun bukan pajak, dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Pengusahaan di sisi penyediaan energi saat ini, sebagian besar didominasi oleh perusahaan asing, khususnya penyediaan energi yang bersumber dari energi fosil. Pengusahaan energi  di sisi penyediaan memerlukan teknologi tinggi yang umumnya masih diimpor. Industri nasional belum siap untuk memproduksi teknologi energi yang mampu bersaing dengan negara lain.

Kegiatan pengembangan sumber daya manusia di bidang energi dalam bentuk penelitian dan pengembangan (litbang), saat ini masih belum berkembang dengan baik,  terutama keterbatasan pendanaan untuk kelengkapan sarana dan prasarana litbang, sehingga hasil-hasil litbang energi belum mendukung industri energi, khususnya energi baru dan terbarukan.

Kurang optimalnya pengelolaan sektor energi, antara lain disebabkan masih rendahnya kemampuan pendanaan untuk pengembangan sektor energi. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang mengatur sumber pendanaan yang mendukung peningkatan pengembangan sumber daya manusia, pengembangan infrastruktur energi, pengembangan energi baru dan terbarukan dan penelitian serta pengembangan teknologi di sektor energi.

Premi Pengurasan Energi Fosil  (depletion premium)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun