Dalam hal menetapkan strategi, bagaimanapun Pandemi Covid 19 adalah hal baru, dan Hampir semua negara terus belajar dan menyesuaikan diri, beradaptasi dengan perkembangan yang ada.
Oleh karenanya dalam Perpu yang ada yang ada perlu ditetapkan Sistem dan Model Deteksi Dini berbasis Risiko dan mampu membangun sistem Rencana Kontingensi yang tepat sesuai kondisi kedaruratan yang terus berkembang.
Namun demikian, Manajemen krisis tidak boleh bergantung pada satu pemimpin saja. ada kemungkinan besar keadaan berubah. Oleh karenanya perlu diatur sebuah rencana darurat harus menentukan bagaimana perombakan kepemimpinan birokrasi yang akan dijalankan, Namun apa pun Ini juga kesempatan mempercepat Reformasi Birokrasi yang lebih radikal.
Ketiga : Komunikasi Untuk Kredibilitas dan Membangun Kepercayaan Publik
Kita dan banyak negara harusnya sudah banyak belajar dari Kegagalan untuk berkomunikasi dengan benar. Data membuktikan ada banyak bencana lain dari komunikasi yang tidak tepat, seperti terlihat dalam kondisi pasar modal dan pasar uang misalnya.
Atau menyebabkan kepanikan yang menimbulkan “panic buying” – berlomba berburu masker dan alat kesehatan lain. Kita bisa melihat ada kebingungan masyarakat memilih mana kebijakan yang harus diikuti, dan gilirannya adalah meningkatnya sikap tidak peduli dari masyarakat atau sikap apatis masyarakat.
Bukti kesimpangsiuran Informasi dapat menjadi bencana bagi pasar keuangan ketika bank sentral AS dan Eropa memperkenalkan langkah-langkah awal yang dimaksudkan untuk menghentikan penurunan ekonomi yang disebabkan oleh ketakutan akan virus coronavirus. Tanpa penjelasan lengkap, langkah-langkah tersebut memukul pasar sebagai gejala kepanikan ekonomi dan bukan obatnya, memicu aksi jual besar-besaran.
Perubahan strategi komunikasi publik dengan menambah peran Dr. Reisa misalnya harus diikuti dengan konten komunikasi yang jelas dan tepat serta konteks lainnya.
Misalnya menjelaskan dan menginformasikan logika rencana tindakan kedaruratan kepada semua pemangku kepentingan. Terlebih di era keberlimpahan informasi seperti sekarang – mengelola informasi krisis tidak saja oleh Negara akan tetapi oleh semua pemangku kepentingan, namun semua satu tujuan.
Bila ada tujuan yang berbeda misalnya memprovokasi masyarakat dengan berita Hoax – Negara tidak ragu untuk menindak dengan Tegas. Juga apabila ada yang “menunggangi “ untuk kepentingan politik tertentu. Ini saatnya bersatu – gotong Royong dalam Bingkai Negara Kesatuan Indonesia. Apa pun risikonya seperti pak Jokowi sampaikan.
Dan tentunya harus terus dibangun pikiran semangat selalu ada setidaknya secerah cahaya yang dipantulkan di ujung terowongan dengan jujur sehingga dapat dibangun Kredibilitas dan kepercayaan kepada Informasi yang disampaikan pemerintah beserta jajaran birokrasinya. Ini juga untuk menghilangkan ketidakpedulian dan kesadaran untuk mematuhi kebijakan yang masih sangat rendah di Masayarakat, sehingga juga ikut menyulitkan kerja birokrasi dalam menangani krisis.
Dalam kondisi krisis sebaiknya sebagian besar sumber daya negara dan Pemerintah dikhususkan untuk melaksanakan visi dan misi yang langsung menangani dan mengalahkan krisis, dan pasca-krisis dan bagaimana untuk kembali ke keadaan normal. Ini adalah kunci untuk memberikan harapan dan tekad, yang mengurangi kemungkinan masyarakat menjadi tenggelam hanya oleh berita/informasi negatif yang berlimpah di lautan Digital . Semoga