Mohon tunggu...
syam surya
syam surya Mohon Tunggu... Dosen - Berpikir Merdeka, Kata Sederhana, Langkah Nyata, Hidup Bermakna Bagi Sesama

Pengajar dan Peneliti ; Multidicipliner, Humaniora. Behaviour Economics , Digital intelligence

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Macetnya Mesin Kerja Negara

30 Juni 2020   15:00 Diperbarui: 30 Juni 2020   15:53 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dalam konteks pemerintah daerah,  masalah lain, adalah ; dengan mengutip pendapat Profesor Lili Romli (2008) : bahwa dalam hal manajemen Pemerintah Daerah cenderung salah kelola (mismanagement), karena pusat manajemen Pemerintahan ada pada Kepala Daerah (Bupati/Wali Kota).  

Tetapi di sisi lain, dengan adanya kewenangan yang besar pada Kepala Daerah sebagai Top Manajer Pemerintah Daerah akan menciptakan sentralisasi baru di tingkat lokal yang terpusat kepada Kepala Daerah, yang memiliki kepentingan (politis, ekonomi ) dari Kepala Daerah itu sendiri. 

Oleh karenanya banyak kita lihat  bagaimana ragam manajemen Kepala Daerah ini dalam penangan Covid 19: ada yang melalui tata kata – terus konferensi Pers – tanpa memperlihatkan Kerja Birokrasi – Ada yang tata kerja  (sendiri) juga tanpa melibatkan birokrasi dibawahnya – Ada yang tersistematis – ada yang bersama bekerja tapi tidak bisa apa-apa.

Ketiga: Komunikasi -Komunikasi -Komunikasi

Ludo Van der Heyden, Profesor Emeritus INSEAD Teknologi , dan Peter Nathanial, Spesialis Manajemen Krisis dan Profesor INSEAD | Dalam Jouernal INSEAD, 3 April 2020, menyampaikan bahwa kunci utama penanganan Krisis terletak pada Komunikasi -Komunikasi- dan Komunikasi .  Ketika memulai menangani memerangi krisis, prioritas dan perencanaan harus dikomunikasikan dengan jelas. Di tahap awal adalah bagaimana kesiapan kita masuk ke dalam situasi bukanlah bagaimana kita keluar dari situasi. Pandemi ini hal baru- semua negara masih belajar, bagaimanapun Keseimbangan (informasi) yang halus harus dipertahankan antara realisme dan harapan, antara aklimatisasi dengan ketidakpastian , Namun yang utama adalah komitmen terhadap transparansi. Alih-alih janji aspirasional atau tidak jujur lebih baik  menumbuhkan harapan yang membumi dan berfokus pada tujuan yang paling mendesak dan dapat dicapai.

Inilah yang menjadi masalah lain dan utama penanganan krisis Covid 19 di Indonesia. Terlebih di masa awal Covid 19. Berbeda dengan Jepang dan Vietnam yang merespons cepat dan membuat kebijakan yang fokus pada mitigasi dan pencegahan penyebaran COVID-19, respons Indonesia respons pertama Menteri Kesehatan adalah meminta masyarakat tidak pakai masker dan berdoa! 

Maksud baik agar masyarakat tidak panik, akan tetapi tidak menyajikan suatu upaya untuk melakukan deteksi dini maupun kebijakan-kebijakan yang mengarah pada upaya mitigasi dan pencegahan adalah kesalahan. Juga beragam dan simpang siur Komunikasi antara Pemda dan Pemerintah Pusat (LIPI,2020)  Yang satu melarang yang lain membolehkan!.

Dengan demikian komunikasi bagaimana responsivitas pemerintah di awal-awal perkembangan COVID-19 yaitu bulan Februari sampai dengan Maret 2020 memang jauh lebih rendah dibandingkan birokrasi negara negara lain, dampaknya adalah penentuan urgency yang salah mewarnai penanganan krisis COVID 19 di Indonesia. (Tuti, R, 2020)  

Dalam ilmu kebijakan publik ini adalah “kesalahan ketiga “ salah merumuskan masalah menyebabkan strategi yang salah. Demikian juga saat menetapkan New Normal – Tindakan pak Jokowi dengan berolah raga bersama Kapolri – Panglima TNI kemudian dengan pimpinan Angkatan TNI, harus dimaknai bahwa “situasi bisa berjalan (olah raga, kegiatan lain) namun harus waspada. 

Jadi ditanggapi oleh masyarakat bahwa situasi sudah “aman”. Tidak ada penjelasan lain yang “membantu menjelaskan makna Tindakan pak Jokwi tersebut kepada masyarakat – terutama oleh para juru Bicara istana dan pemerintah. Yang ada kembali  Pimpinan daerah saling berbicara – dengan beragam istilah untuk menerapkan PSDB Transisi, Noral Baru, atau Adaptasi Kebiasaan Bafru dan istilah-isitilah lainnya. 

Lalu, apa yang sebaiknya dilakukan ke depan menjalan Daya Krisis Mesin Negara ?

Pertama : Segera buat Payung Hukum - yang Jelas, Tegas, Satu Arah dan Fokus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun