Mohon tunggu...
Syam Asinar  Radjam
Syam Asinar Radjam Mohon Tunggu... Petani - petani

petani

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mottainai...

29 Mei 2015   15:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:28 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_368341" align="alignright" width="270" caption="Sampul Buku Mottainai"][/caption]

Banyak hal tersia-sia di dunia. Bahkan mungkin bila catatan ini tak saya tulis, saya juga melakukan sebuah kesia-siaan.

Bermula pada suatu pagi di Asian Rural Institute (ARI) di Tochigi, Jepang. Setiap pagi Senin hingga Jumat, sehabis sarapan kami mendapat giliran bercerita tentang hal-hal yang dianggap memberi kesan dalam. Pagi itu giliran Tomoko Arakawa. Waktu itu Tomoko-san, begitu kami memanggilnya adalah wakil direktur ARI.

Tomoko san memulai ceritanya dengan memperkenalkan satu kata: Mottainai! Misal, ketika tanpa sengaja menyenggol cangkir kopi hingga isinya tumpah, Tomoko dan orang-orang jepang lain akan berseru, “Mottainai!”

Mottainai (もったいない) adalah ungkapan yang erat dalam budaya masyarakat Jepang sehari-hari. Berasal dari kata “mottai” yang bisa diartikan wujud atau entitas, dan kata “nai” yang berarti tidak. Secara sederhana, mottainai berarti “tanpa wujud”.

Secara filosofi, mottainai berarti adalah buruk membuang-buang sesuatu secara percuma. Misal, tidak menghabiskan makanan yang sudah kita tuangkan ke piring kita, menelantarkan perkakas yang masih berguna atau rusak tetapi masih bisa diperbaiki ketimbang membeli perkakas anyar.

Nilai filosofis mottainai kemudian berkembang menjadi sebuah kampanye lingkungan global dan didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Justru bukan bermula dari Jepang, melainkan di Kenya.

Adalah Prof. Wangari Maathai, aktivis politik dan lingkungan perempuan asal Kenya yang membawa istilah mottainai mendunia. Pagi itu Tomoko memamerkan sebuah buku berjudul Mottainai. Karya Wangari Maathai. Dan ternyata, kenapa Tomoko-san berbagi tentang Mottainai juga dalam rangka mengenang Wangari Maathai yang pada saat itu baru saja meninggal dunia. Aktivis perempuan Kenya yang lahir pada tanggal 1 April 1940, kembali ke Sang Pencipta pada tanggal 25 September 2011.

* * *

[caption id="attachment_368342" align="aligncenter" width="510" caption="Tomoko Arakawa (dok. Asian Rural Institute)"]

14328871061771156612
14328871061771156612
[/caption]

Ada banyak contoh sesuatu yang mottainai diceritakan Tomoko-san, sebagian tertulis dalam buku Wangari Maathai. Di antaranya;


  • Sementara banyak orang kelaparan di dunia, Di Jepang 20 juta ton makanan terbuang setiap tahun. Itu... mottainai!
  • Dalam setahun setiap orang di Jepang menggunakan sekitar 200 set sumpit sekali pakai. Sebagian besar Impor dari Cina. Jumlah kayu yang dibutuhkan membuat sumpit bisa membangun 17,000 unit rumah berukuran rata-rata. Itu, mottainai!
  • Dulu, di Jepang banyak tukang perbaiki payung yang membuat payung dapat dipakai bertahun-tahun. Belakangan orang Jepang senang memakai payung tipis yang gampang rusak. Itu... mottainai!
  • Saat ini, orang Jepang senang berbelanja dan membungkus barang dengan kantong plastik yang sekali pakai. Mereka melupakan furoshiki, seni membungkus barang dengan menggunakan kain yang dapat digunakan bertahun-tahun hingga kain lapuk. Itu, mottainai!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun