Mohon tunggu...
Sukarja
Sukarja Mohon Tunggu... Desainer - Pemulung Kata

Pemulung kata-kata. Pernah bekerja di Kelompok Kompas Gramedia (1 Nov 2000 - 31 Okt 2014)

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pilpres 2019 Ibaratnya Referendum, Pilih NKRI atau Khilafah?

10 April 2019   17:22 Diperbarui: 12 April 2019   17:46 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo Subianto di kampanye akbar di Stadion Utama GBK, 7 April 2019. TEMPO/M Taufan Rengganis

Benarkah Pilpres 2019 ini yang mempertemukan antara Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi bisa juga disebut sebagai ajang pertarungan  dua ideologi, yakni Pancasila dan Khilafah?

Tentu saja, kita semua meyakini, bukan tanpa alasan, analisa, dan juga pengamatan yang mendalam apabila Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono mengatakan hal demikian.

"Saya lihat sekarang ini pemilu beda dengan pemilu-pemilu yang pernah kita laksanakan sepanjang sejarah hidup bangsa kita. Pemilu kali ini yang berhadap-hadapan bukan saja hanya subjeknya, orang yang berhadapan, bukan hanya kubu, kubu dari Pak Jokowi dan kubu dari Pak prabowo, bukan, tapi ideologi," kata Hendropriyono.

"Dua ideologi ini sudah nyata kita lihat, kita jalan aja di luar kira-kira semua orang tuh dengan sepintas saja tidak perlu terlalu rumit, sudah tahu bahwa yang berhadap-hadapan adalah ideologi Pancasila berhadapan dengan ideologi khilafah. Tinggal pilih yang mana," sambung Hendro.

Suasana kampanye terbuka Calon presiden nomor 02 Prabowo Subianto di Cibinong/Kompas.com
Suasana kampanye terbuka Calon presiden nomor 02 Prabowo Subianto di Cibinong/Kompas.com

Sepertinya, kita juga tak perlu lagi menutup mata atau bahkan mencari-cari alasan untuk menyangkal bahwa Pilpres 2019 ini bukanlah pertarungan antara Pancasila dan Khilafah. Boleh-boleh saja, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi menilai ucapan Mantan Pangdam Jaya AM Hendropriyono itu sebagai sebuah fitnah.

Namun, apa yang terjadi di Kampanye Akbar Prabowo-Sandi di Stadion Utama Gelora Bung Karno, 7 April 2019 lalu, bisa menjadi ajang show of force bahwa kekuatan khilafah benar-benar diberi angin segar oleh Prabowo-Sandi. Entahlah, siapa yang menunggangi  dan siapa yang ditunggangi. 

Intinya, kampanye akbar itu tidak memperlihatkan keragaman, bahkan cenderung eksklusif pada kekuatan tertentu. Hal ini pula, sepertinya  yang disesali Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

Kenyataan dan  indikasinya, bahwa kubu Prabowo-Sandi ini sepertinya cenderung mengakomodasi dukungan dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), ormas yang sudah dibatalkan izin pendiriannya karena terindikasi bertentangan dengan ideologi negara  Pancasila.

HTI masuk dan mendukung Prabowo-Sandi melalui gagasan #2019GantiPresiden yang diinisiasi Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera.  Kita pun memahami bahwa gagasan Ganti Presiden hakikatnya sama dengan gagasan mengubah sistem kenegaraan, dari Pemerintahan yang berbentuk Republik, dimana Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, diubah menjadi negara dengan sistem Khilafah, dengan pimpinan tertinggi bukan lagi di tangan Presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun