Mohon tunggu...
Syaipul Adhar
Syaipul Adhar Mohon Tunggu... profesional -

ekonom, planner, politician, like writing, reading n diskusi...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kabinet diantara Koalisi, Oposisi dan Efisiensi

16 Maret 2011   14:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:44 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Oleh : Syaipul Adhar

Heboh gonjang ganjing bongkar pasang / reshuffle pembantu Presiden (Kabinet) terjawab sudah, tidak akan dilakukan dalam waktu dekat. Artinya, Iya akan dilakukan, menunggu Sinyal dan moment berikutnya.

Pada hakikatnya proses seleksi dan pemilihan Menteri Kabinet adalah Hak Preogratif Presiden dalam memilih pembantunya, tidak bisa diganggu gugat dan sudah diatur dalam Konstitusi. Menjadi menarik ketika kewenangan mutlak Presiden mulai terkontaminasi oleh kepentingan Partai Politik. Persoalan pemilihan Menteri yang seharusnya biasa-biasa saja, menjadi tidak biasa dan ajang rebutan kekuasaan ketika urusan Parlemen (Koalisi / Oposisi) ikut andil dalam jatah Menteri.

Keinginan Presiden untuk terus merangkul Parpol dalam satu gerbong justru menambah polemik, membuat istilah Koalisi dan Oposisi semakin dikenal. Padahal dalam sistem parlemen kita, tidak secara spesifik mengatur itu. Kekuatan politik menjadi alat tawar menawar, Dukung pemerintah atau keluar dari Koalisi. Dukung Eksekutif, Silahkan bawa pulang jatah menteri. Jikalau berbeda, Silahkan angkat kaki dan bersihkan ruang kerja Menteri. Take it or leave it.

Gampangnya, justru terbentuk Opini bahwa Koalisi adalah Partai Pengusung Pemerintah, sedangkan Oposisi adalah Partai diluar pemerintahan. Bisa saja semua menjadi Like and Dislike, Bukan kepada Kebenaran dan Profesionalitas.

Lalu, siapa yang berpihak pada kepentingan rakyat? Apa kabar Profesionalitas sebagai abdi rakyat?

Jika dilihat dari komposisi kabinet, posisi menteri banyak dipengaruhi oleh kepentingan parpol. Terutama pos Menteri bidang Ekonomi, semuanya adalah jatah parpol pengusung (koalisi). Tentu kita khawatir, kepentingan individu sebagai Menteri dari wakil parpol dengan tuntutan Profesi sebagai pembantu Presiden.

Seharusnya bahasa Koalisi dan Oposisi hanya berlaku dalam parlemen. Tidak tepat jika memilih Menteri juga hanya berdasarkan Koalisi atau Tidak, Koalisi seharusnya hanya berlaku kasus per kasus bukan pada pembagian kekuasaan.
Misal, dalam Platform 'perlu tidaknya membangun perkonomian dengan utang'? akan sangat terukur, kalau ingin Koalisi dan Oposisi.

Kata kunci Pokok Kedua adalah Efisiensi Birokrasi dan Anggaran. Sebagai data pembanding, Kabinet Barack Obama yang mengurus GDP terbesar didunia Senilai US$ 14 Triliun Cuma memiliki 15 Menteri. Jerman juga hanya 15 menteri, Plus 1 Kanzelir. Sedangkan Kabinet SBY (KIB II), dengan GDP hanya US$ 468 Miliar memiliki 34 Menteri plus Pos-Pos baru Kabinet. Padahal Negara yang lebih Kaya dan Makmur, Kabinetnya ramping dan efisien.

Dilaporkan dalam World Economic Forum, The Global Competiteveness Report 2008 - 2009 alias peringkat Efisiensi Birokrasi Pemerintahan Indonesia berada di urutan 49 dari 134 Negara. Jangan heran tingkat Investasi akan terus menurun, karena birokrasi yang gemuk tidak kondusif bagi peningkatan perekonomian. Para Investor lebih memilih negara dengan tingkat pelayanan yang cepat dan efisien.

Jika bicara Efektif, tentu bicara the right place in the right man. Jika bicara efisiensi, tentu bahasa mudahnya adalah Organisasi yang ramping tapi efektif. Diperlukan keputusan yang tepat, the right do bukan pertimbangan teman atau kawan, Koalisi atau Oposisi. Sudahkah ini dijawab dalam komposisi Kabinet?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun