Mohon tunggu...
Syaikhu Aliya Rahman
Syaikhu Aliya Rahman Mohon Tunggu... Sejarawan - Penggiat sastra, maniak film dan traveler

Penulis sering menulis di laman berita online beritajatim.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyelisik Nasionalisme Pram: Kekerasan Budaya Pasca 1965 dan Polemik Penjarahan Buku Kiri

15 Agustus 2019   17:20 Diperbarui: 15 Agustus 2019   19:11 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
thespacewanderer.com

Seorang nasionalis tidak hanya diukur dari seberapa tinggi bendera yang kau kibarkan, seberapa tinggi gunung yang kau daki, seberapa lantang suara saat bernyanyi lagu-lagu kebangsaan atau seberapa sering kalian memenangkan lomba-lomba agustusan, bahkan seberapa emosional kalian mengucap "NKRI Harga Mati", namun bagi Soesilo Toer melalui bukunya Pram Dari Dalam mempertegas 

"Ketika banyak orang bertanya tentang nasionalisme, justru Pram telah banyak berjuang dan menuangkan gagasan nasionalisme melalui karya-karyanya".

Kalimat yang seolah mendeskontruksi fakta sejarah itu memang benar adanya, tulisan Pram yang kerap bersinggungan dengan rezim pemerintah dan keikut sertaan-nya dalam organisasi Lekra (sayap kebudayaan PKI) kala itu membuat coretan pensil tajamnya selalu dianggap meresahkan dan mengancam kedudukan pemerintah. 

Bagi Pram Lekra adalah tempat yang cocok untuk menuangkan gagasan yang bersumber dari realisme sosial serta wadah menuangkan kritiknya untuk rayat tertindas sebagai korban realitas politik-kultural di masanya.

Ketika sejarah kelam G30S meletuskan lava panas, Pram berada di pusaran wedus gembel, kubu kiri tersapu bersih oleh keadaan dan membuat pendekar pena dari Blora tersebut mendekam di balik terali besi Pulau Buru selama kurun waktu belasan tahun tanpa proses pengadilan. 

Tidak hanya dirampas kebebasanya, sebagian karya Pram juga ludes terbakar abu panas sejarah kelam kudeta 65. Stempel penghianat bangsa secara otomatis menempel di kening orang-orang kiri, tidak terkecuali Pramoedya.

Mengutip dari buku Kekerasan Budaya Pasca 1965 karya Wijaya Herlambang, tatkala pasca kudeta komunis 65 terdapat eksplorasi kekerasan tidak langsung bagi kaum komunis melalui produk-produk budaya, ideologi serta narasi sejarah oleh pemerintah orde baru, yang dituangkan melalui karya-karya sastra dan film oleh para penulis anti-komunis juga militer guna melegitimasi penghancuran komunisme dan bangkitnya rezim orde baru di Indonesia. 

Demi memuluskan konsrtruksi sejarah baru versi orde baru, karya sastra dan film yang bersinggungan dengan lebel komunis juga diberantas habis termasuk tulisan-tulisan sastrawan Lekra.

Penulis juga tidak menafikan pandangannya bahwa kudeta oknum PKI kala itu tergolong tindakan tidak manusiawi, kejam dan mengancam ideologi negara, namun sebagai saksi sejarah Soesilo Toer dalam bukunya Pram Dalam Kelambu menyayangkan selogan doktrinasi militer orde baru berbunyi "lebih baik habis tak tersisa dari pada ada satu tertinggal". 

Alhasil di Novel Roman Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari juga membuka mata kaum milenial melalui narasi dan alur cerita yang menyayat hati pembaca, bagaimana novel itu secara detail menggambarkan kondisi masyarakat dukuh paruk yang kebanyakan tidak bisa baca tulis, tidak pula menjadi pelaku kudeta para jendral, bahkan banyak yang kurang paham visi misi PKI manun ikut menjadi korban genosida orde baru hanya karena mereka mengenakan dan menyimpan atribut-atribut pemberian oknum PKI ketika kampanye kala itu, miris.

Ucapan Soesilo Toer mulai terbukti, stigma negatif orde baru tentang Pram sedikit demi sedikit terkikis lewat coretan tinta abadinya, sebagai contoh novel Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, Rumah Kaca yang tergabung dalam series "Tetralogi Buru".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun