Pemangkasan Anggaran Pendidikan Rp8 Triliun, Komitmen Pemerintah Dipertanyakan: Nasib Guru, Infrastruktur Sekolah, dan Kualitas Pembelajaran Terancam? (Ahmad Syaihu)
Pemerintah telah mengumumkan kebijakan efisiensi anggaran yang berimbas pada berbagai sektor, termasuk pendidikan. Salah satu keputusan yang menuai kritik adalah pemangkasan anggaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) sebesar Rp8 triliun. Dengan pengurangan ini, anggaran yang dikelola kementerian turun dari Rp33,5 triliun menjadi Rp25,5 triliun. Pengamat pendidikan mempertanyakan apakah kebijakan ini sejalan dengan komitmen pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Pemotongan Anggaran dan Dampaknya pada Sektor Pendidikan
Keputusan pemerintah memangkas anggaran belanja kementerian dan lembaga sebesar Rp256,1 triliun merupakan bagian dari Instruksi Presiden No. 1/2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025. Sektor pendidikan, yang seharusnya mendapat alokasi minimal 20% dari APBN sesuai amanat Konstitusi, justru terdampak pemangkasan signifikan.
Berdasarkan data yang dirilis, pemotongan terbesar dalam anggaran Kemendikdasmen terjadi pada:
- Alat tulis kantor: 90%
- Percetakan dan suvenir: 75,9%
- Sewa gedung, kendaraan, peralatan: 73,3%
- Perjalanan dinas: 53,9%
- Infrastruktur: 34,3%
- Bantuan pemerintah: 16,7%
- Pemeliharaan dan perawatan: 10,2%
Kendati demikian, Mendikdasmen Abdul Muti, menegaskan bahwa program strategis seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Program Indonesia Pintar (PIP), serta tunjangan sertifikasi guru tetap berjalan sesuai rencana. Namun, pernyataan ini tetap mengundang kekhawatiran di kalangan pendidik dan pemerhati pendidikan.
Nasib Guru Honorer dan Kesejahteraan Pendidik
Salah satu sektor yang paling terdampak dari kebijakan ini adalah tenaga pendidik, khususnya guru honorer. Pemangkasan anggaran dikhawatirkan berujung pada ketidakjelasan status mereka, terutama terkait pembayaran honor yang masih bergantung pada dana pemerintah.
Menurut Ubaid Matraji, Koordinator Nasional Jaringan Pemantauan Pendidikan Indonesia (JPPI), sudah banyak guru honorer yang kesulitan memperoleh kesejahteraan layak. Dengan pemotongan anggaran ini, nasib mereka semakin tidak menentu. Jika efisiensi dilakukan tanpa strategi yang matang, dikhawatirkan akan semakin banyak guru honorer yang mengalami keterlambatan gaji, bahkan pemutusan kerja.
Lebih jauh, pengurangan anggaran juga berdampak pada program sertifikasi guru. Sertifikasi seharusnya menjadi jaminan peningkatan kualitas dan kesejahteraan tenaga pengajar. Namun, dengan anggaran yang terbatas, proses ini bisa mengalami stagnasi atau bahkan dihentikan sementara.