Mohon tunggu...
Syaiful Bahri
Syaiful Bahri Mohon Tunggu... Relawan - Pegiat Literasi Sumberanyar

Pencari keselamatan Dunia dan Akhirat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

DTKS, Wewenang Siapa?

6 Mei 2021   08:31 Diperbarui: 6 Mei 2021   08:41 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Tidak jarang Kepala Desa, Pendata dan Operator SIKS-NG menjadi sasaran kritik masyarakat karena dianggap tebang pilih dalam memasukkan data ke dalam DTKS".

Dalam definisi umum, kemiskinan merupakan suatu kondisi dimana seseorang atau Sekelompok orang (keluarga) tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Kebutuhan dasar yang  tidak terpenuhi tersebut meliputi kebutuhan pangan, kesehatan, perumahan, pendidikan, pekerjaan dan lain sebagainya. Untuk membantu memenuhi kebutuhan dasar tersebut Pemerintah mengintervensi masyarakat dalam bentuk program dan kegiatan berupa bantuan sosial, Jaminan Sosial, Pemberdayaan ataupun Pembangunan Infrastuktur lainnya. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 yang berbunyi Fakir Miskin dan Anak terlantar dipelihara Oleh Negara. Artinya, Negara dalam hal ini Pemerintah mulai dari Pusat, Provinsi, Kabupaten hingga Desa memiliki tanggung jawab untuk membantu masyarakat Miskin agar segera terentas dari kemiskinan.

Komitmen Pemerintah untuk membantu masyarakat Miskin dapat kita lihat dengan munculnya berbagai program bantuan social seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Program Indonesia Sehat berupa Kartu Indonesia Sehat (KIS), Bantuan Sosial Pangan (BSP) berupa Beras dan bahan pokok, Bantuan Rumah Tidak layak Huni (RTLH) dan bantuan lainnya yang bertujuan meringankan beban hidup masyarakat miskin. Selain membantu Program yang dapat membantu meringankan beban hidup masyarakat miskin, Pemerintah juga membantu masyarakat miskin dalam bentuk Program Pemberdayaan yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat miskin berupa pelatihan missal Pra-kerja, Bantuan Modal bagi UMKM, dan lain sebagainya.

Namun Pertanyaannya, Apakah Masyarakat Miskin yang akan dibantu oleh Pemerintah Sudah benar dan tepat sasaran. Apa basis data yang digunakan untuk memilih dan memilah calon penerima bantuan dari Pemerintah. Bagaimana Proses verifikasi dan validasi datanya. Sudahkah sesuai dengan mekanisme yang ditentukan oleh Undang-undang dan Regulasi Turunannya. Sumber daya manusia yang digunakan untuk melakukan pendataan sudahkah sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan. Lalu sistem yang akan digunakan sudahkah sesuai dengan standard yang ditentukan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementrian Sosial sebagai landing sector urusan kemiskinan ?

Mengfungsikan kembali TKPKD

Untuk menjawab semua pertanyaan tersebut, kata kuncinya adalah Koordinasi. Semua itu perlu dikoordinasikan dengan baik. Maka penting kiranya Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) di optimalkan kembali. Fungsi TKPKD adalah mengkoordinasikan kepentingan lintas sector untuk bisa bertemu pada satu titik yang muaranya menurunkan kemiskinan di Daerah. Covid-19 telah melumpuhkan sector Ekonomi masyarakat. Maka Koordinasi di Daerah melalui TKPKD perlu dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antara dinas yang satu dengan dinas yang lain. Wakil Bupati yang secara langsung sebagai ketua TKPKD harus bergerak cepat mengkoordinasikan penangan kemiskinan dengan semua sektor yang ada di daerah.  

Kemudian yang tidak kalah penting adalah Basis data yang digunakan harus bersepakat menjadikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai satu-satunya data tunggal yang terintegrasi dengan data pusat. Seluruh Bantuan Pemerintah berupa PKH, BSP, KIS, KIP, RTLH, BLT Covid-19, Sambungan Listrik Gratis, atau  Program lainnya harus bersumber dari DTKS. Jika kemudian ditemukan data yang kurang tepat sasaran karena orang yang masuk di data tidak miskin, meninggal, pindah keluar kota, ganda dan lain sebagainya, maka Pemerintah Daerah wajib memperbaiki data tersebut sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Sosial Nomor 5 Tahun 2019 tentang  Pengelolaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial dengan Melibatkan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial yang ada di Kecamatan, Kelurahan ataupun Desa. 

Tools yang sudah ready disiapkan oleh Kementrian Sosial melalui Pusat dan Informasi (Pusdatin) adalah Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS-NG). Sebuah aplikasi yang berisi by name by addres masyarakat miskin yang dapat digunakan untuk memperbaiki data yang keliru, menghapus data masyarakat yang sudah tidak miskin, ganda, pindah atau meninggal dunia serta dapat mengusulkan masyarakat miskin yang belum masuk DTKS sesuai dengan mekanisme yang telah ditentukan melalui Peraturan Menteri Sosial.

Terutama Pemerintah Desa, harus dilibatkan dalam memperbaiki, menghapus ataupun mengusulkan data baru untuk masuk dalam DTKS. Karena yang tahu bagaimana kondisi masyarakat adalah Pemerintah Desa. Jika terdapat masalah, maka yang akan dikomplen pertama kali oleh masyarakat adalah Pemerintah Desa. Tim Pendata dan Operator SIKS-NG di Desa adalah ujung tombak DTKS di Desa. Mereka bersentuhan langsung dengan masyarakat bawah. Tidak jarang Kepala Desa, Pendata dan Operator SIKS-NG menjadi sasaran kritik masyarakat karena dianggap tebang pilih dalam memasukkan data ke dalam DTKS. Pejabat, LSM, Wartawan tidak ketinggalan sering menyalahkan Kepala Desa, Pendata atau Operator Desa. Mereka dituduh tidak adil, dianggapnya hanya orang-orang terdekat Kepala Desa, Pendata dan Operator Desa yang dimasukkan dalam DTKS.

Hanya Desa yang Tahu Kondisi Masyarakat Desa

Meski fakta dilapangan ditemukan satu atau dua orang yang berprilaku nepotisme, namun tidak semua Kepala Desa, Pendata dan Operator Desa berprilaku tidak adil. Masih cukup banyak Kepala Desa, Pendata dan Operator Desa yang benar-benar bekerja secara ikhlas membantu masyarakat Miskin. Namun meski Kepala Desa, Pendata dan Operator SIKS-NG memiliki wewenang untuk memperbaiki, menghapus atau menambah data baru dalam DTKS, tidak bisa sembarangan dalam melakukannya. Ada mekanisme yang sudah diatur dalam Permensos 5 Tahun 2019. Untuk memperbaiki, menghapus atau menambah usulan baru, Pemerintah Desa harus melakukan Musyawarah Desa (MUSDES) yang salah satu wewenangnya menyerap usulan masyarakat untuk memperbaiki, menghapus atau menambahkan usulan data baru. 

Kepala Desa, Pendata atau Operator SIKS-NG Desa tidak boleh memperbaiki, menghapus atau menambah usulan baru berdasarkan penilaian subjektif. Informasi dan Usulan masyarakat wajib menjadi rujukan Kepala desa, Pendata dan Operator SIKS-NG Desa yang dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh Kepala Desa, BPD dan Perwakilan Masyarakat Desa. Dengan adanya Musdes akan memperkecil peluang terjadinya nepotisme oleh Kepala Desa, Pendata ataupun Operator SIKS-NG Desa.

Tidak cukup Musdes, langkah selanjutnya adalah kunjungan rumah per rumah oleh Pendata untuk memastikan bahwa informasi yang diberikan pada saat Musdes benar sesuai dengan fakta dilapangan. Mulai dari informasi umum seperti status keberadaan individu/keluarga, identitas kewarganegaraan, social ekonomi, Perumahan, kepemilikan asset serta kepesertaan program menggunakan Instrumen Verifikasi dan Validasi DTKS yang telah disediakan oleh Kementrian Sosial.

Kunjungan rumah per rumah dilakukan untuk mengklarifikasi informasi yang diberikan peserta musdes. Misal terdapat peserta musdes yang mengusulkan si fulan, masuk dalam pre-list data awal. Untuk memastikan bahwa si fulan memang benar-benar miskin, maka tim pendata mengunjungi si fulan kemudian mewawancarainya sesuai dengan daftar isian yang ada di Instrumen verval DTKS. 

Jika pada saat dikunjungi ternyata si Fulan sudah meninggal atau pindah ke luar Desa, maka tim Pendata boleh menghapus dari daftar usulan. Begitupun pada saat input dalam Aplikasi SIKS-NG oleh Operator. Semua proses Musdes, Kunjungan rumah per rumah hingga input data ke dalam aplikasi harus dilakukan dengan benar agar diperoleh data yang benar-benar valid. Masyarakat Miskin bisa terbantu.

Bagaimana dengan menteri, Gubernur, Bupati/Wali Kota, sudahkah memiliki pemahaman yang sama tentang data tersebut ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun