Mohon tunggu...
Syaiful Syabab
Syaiful Syabab Mohon Tunggu... Akuntan - Profesional Accounting

Seorang pegawai perusahaan swasta yang suka menulis seputar pendidikan keuangan, data analis, dan pengembangan diri. Jauhi hidup hedon dan boros sebab itu mendekati kemiskinan!

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Resensi Buku: Politik Agraria Madura; Privatisasi, Marginalisasi, dan Perampasan Ruang Hidup

13 Maret 2023   14:02 Diperbarui: 13 Maret 2023   14:07 927
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul: Politik Agraria Madura: Privatisasi, Marginalisasi, dan Perampasan Ruang Hidup

Penulis: A. Dardiri Zubairi

Penerbit: Literatus Pustaka

Tebal Halaman: 100 Halaman

Tahun Terbit: 2023

Penulis kawakan A. Dardiri Zubairi membuat kejutan lagi di awal tahun ini dengan merilis buku tentang Politik Agraria Madura: Privatisasi, Marginalisasi, dan Perampasan Ruang Hidup. Membaca buku ini membuat saya melek, seolah-olah sedang nonton film dokumenter tentang keadaan persoalan agraria yang sedang terjadi di Pulau Madura.

Sejak presiden Jokowi mengratiskan biaya tol Suramadu pada tahun 2018 ibarat menjadi alarm bagi investor untuk melebarkan investasinya ke pulau Madura. Empat kabupaten yang ada disana menyimpan beragam potensi alam yang bisa dijadikan emas. Memang sejak ada jembatan penghubung antara Madura dan Surabaya, Madura tidak lagi menjadi pulau yang terisolir. Semua akses informasi dan pembangunan masuk sampai pada tingkat kelurahan.

Dalam buku ini, bentuk tulisannya disajikan dalam bentuk esai ringan, ada sekitar sembilan puluh tiga sub judul yang berdasar pada pengamatan dalam kehidupan kesehariannya. K. A. Dardiri mengkhususkan pembahasannya di Sumenep. Kabupaten yang berada di paling timur Madura setelah Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan. Banyak yang sudah mengetahui bahwa Sumenep diibaratkan Solo nya Madura. Karena dari empat kabupaten yang ada Sumenep menggunakan bahasa paling halus.

Sumenep menyimpan kekayaan alam luar biasa, mulai dari migas, tanah kapur dan tempat wisata. Semua itu menjadi magnet akan strategisnya posisi kabupaten ini untuk dijadikan tempat bisnis baru. Sehingga peta geo-politik dan geo-ekonomi agrarian semakin memerlukan perhatian yang terus dikaji dan digerakkan. Disinilah peran dari tokoh ulama dan kiai perannya sangat penting. Menurut Kuntowijoyo, bagi masyarakat Madura agama menjadi organizing principle yaitu penyatu individual dalam suatu kumpulan yang terorganisasi. Hal ini dikarenakan banyaknya pesantren, setidaknya ada 378 pesantren yang tersebar dalam satu kawasan.

Pada bagian pertama penulis menyampaikan tentang Privatisasi. Secara gamblang Penulis mejelaskan tentang lahan menjadi privatisasi pemilik modal yang awalnya sumber daya punya negara dijual pada swasta baik investor lokal maupun asing.

Pada sub judul Neoliberalisasi di Madura diuraikan betapa pemilik modal menjadikan lahan pesisir pantai sebagai usaha tambak udang. Terutama di pesisir bagian timur laut yang dekat dengan wisata pantai Lombang. Pemilik modal selain menggunakan pesisir pantai untuk tambak udang, mereka juga menggunakan pesisir itu sebagai lahan privatisasi seperti digunakan untuk pertemuan karyawan perusahaan atau tempat family gathering. Sehingga menyebabkan penduduk setempat tidak mempunyai kesempatan seperti semula untuk mengakses pesisir.

Sejak rezim Presiden Soeharto, Madura sudah diproyeksikan menjadi pulau industri. Tetapi saat itu para ulama dan tokoh masyarakat di Madura berkumpul kemudian mencapai kesepakatan menolak rencana itu. Sehingga mega industry program tersebut dialihkan ke Batam. 

Tetapi Industri tersebut terus dicanangkan sampai pemerintahan Presiden Joko Widodo hingga pada akhirnya jembatan Suramadu menjadi bukti nyata keseriusan pemerintah dalam membangun Madura. Tagline “membangun industrialisasi Madura” juga bukan sekedar kabar burung berlalu. Karena program ini sudah menjadi program proyeksi pembangunan pemerintah provinsi Jawa Timur melalui Badan Pembanngunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sumenep. 

Neoliberalisme pada realitanya juga bukan sekedar dilakukan pada satu pihak, melainkan juga ada peraturan daerah yang menjelaskan tentan alih fungsi lahan. Sebagaimana dalam Undang-Undang pasal 39 ayat (4) Peraturan Daerah Kabupaten Sumenep Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2013-2033 yang memang lahan di pesisir akan dijadikan wilayah proyeksi lahan 1.723 ha. Artinya ini bukan semata-mata karena kerakusan investor Tetapi juga ada dukungan konstruktif pemerintah dalam program ini.

Bagian kedua K.Dardiri menyampaikan tentang Marginalisasi. Potret kehidupan masyarakat pulau  desa Gersik Putih Kecamatan Gapura mengalami betapa ter-marginalisasi di desanya sendiri. Lahan yang ada di pulau itu disewakan kepada PT. Garam untuk produksi garam. 

Bayangkan betapa besarnya peran garam Madura. Setidaknya 60 persen kebutuhan nasional dipasok dari Madura. Peluang yang begitu besar tentu hal itu disebabkan kualitas garam yang baik. Tetapi siapa sangka bahwa dibalik prestasi itu menyimpan kepiluan yang mendalam bagi warga lokal yang hanya menjadi kuli perusahaan garap tambak garam waktu musim kemarau dan menjadi peminjam lahan PT. Garam budidaya bandeng ketika musim penghujan tiba.

Pada bagian ketiga penulis menyampaikan tentang Perampasan Ruang Hidup. Apa jadinya jika desa yang memiliki budaya santun berganti budaya yang disebabkan contoh pola hidup para wisatawan. Pulau Giliiyang pada tahun 2019 dinobatkan sebagai pulau dengan oxygen terbaik kedua dunia. Sehingga pulau tersebut akan dibangun tempat wisata. Bisa dibayangkan wisatawan yang masuk berasal dari bebagai budaya baik lokal maupun asing. Maka dari itu pembagunan tidak lagi Top Down Tetapi Bottom Up yaitu mengajak warga lokal untuk berdiskusi agar pembagunan yang dilakukan tidak mengerus kearifan budaya lokal.

Orang madura saat ini sudah mengalami pergeseran budaya. Semakin banyak orang Madura yang merantau ke luar daerah baik luar atau pun dalam negeri. Kabar bahagianya tidak sedikit para perantau yang berhasil. Bisa membuat rumah, melunasi hutang, membeli perhiasan, ternak dan sebagainya. Hal ini tentu membuat tetangga sekitar termotivasi unntuk ikut juga merantau. Namun hal ini juga meiliki hal buruk disisi lain. Karena ketika orang Madura banyak yang merantau maka secara otomatis lahan atau tanahnya menganggur tidak ada ynag mengurusi. Kondisi semacam ini akan membuat investor senang. Sebab akan merasa lebih mudah membeli lahan yang telah ditinggal pemiliknya merantau.

Salam Settong Dere Madure (salam satu darah madura)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun