Mohon tunggu...
Syaiful Rahman
Syaiful Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Saya suka membaca dan menulis. Namun, lebih suka rebahan sambil gabut dengan handphone.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Membincangkan Hakikat Cinta Sejati Iblis

7 Mei 2015   22:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:16 667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Salah satu perbincangan antara saya dan Kakak saat pulang kemarin adalah mengenai filsafat. Namanya saja filsafat, sesuatu yang selalu membuat kepala saya pening karena memikirkan makna, makna, dan makna.

Mulanya kami berbincang menganai sifat dan yang disifati. Beberapa teori pun mulai dimunculkan. Ternyata saya sampai pada sebuah kebingungan karena ilmu yang saya miliki memang tidak banyak. Salah satunya adalah mengenai penciptaan makhluk oleh Allah.

Akan tetapi, ada satu hal yang ingin saya angkat dalam kesempatan kali ini, yakni mengenai hakikat cinta (mahabbah) iblis terhadap Allah. Sudah mafhum diketahui oleh mayoritas umat  muslim bahwa iblis adalah makhluk pembangkang. Makhluk yang termasuk ke dalam golongan malaikat namun dia (dianggap) tidak taat kepada perintah Allah.

Yang perlu diperhatikan adalah asal muasal ketidaktaatan itu sendiri. Ada sebuah pesan menarik yang patut dicontoh dari iblis oleh manusia. Kalau berbicara ma’rifat (pengenalan) terhadap Allah, tentu iblis tidak perlu dipertanyakan.

Banyak penjelasan menerangkan bahwa iblis adalah makhluk yang pandai. Iblis juga bertemu dengan Allah saat di surga bersama para malaikat. Artinya, pengenalan iblis kepada Allah tentu sudah mendalam. Berbeda dengan saya yang mungkin hingga hari ini beragama Islam pun hanya karena orang tua saya dahulu muslim.

Yang sering dan selalu dikenang dari sosok iblis adalah kesombongannya. Yakni, iblis tidak mau disuruh sujud kepada Adam. Dalam percakapan yang umum diketahui, iblis merasa tidak patut bersujud kepada Adam karena iblis diciptakan dari api yang konon lebih mulia sedangkan Adam dari tanah.

Baiklah, saya tidak akan membahas itu, namun benarkah hanya pada kesombongan itu yang akan kita soroti sehingga menyimpan benci pada iblis? Ah, tentu saja tidak. Rabiatul Al-Adawiyah, seorang sufi dari golongan perempuan pun mengakui bahwa rasa damai tidak akan diperoleh dari hati yang menyimpan benci. Maka, Rabiatul pun tidak mau menyisakan ruang dalam hatinya hanya untuk membenci iblis.

Penolakan iblis untuk menyembah Adam sebaiknya dipandang dari sisi positif agar kita dapat menemukan hikmah luar biasa. Kecintaan dan keimanan iblis terhadap Allah semestinya dijadikan cerminan untuk meningkatkan kecintaan dan keimanan kita kepada-Nya.

Al-Hallaj adalah salah seorang sufi yang mengakui cinta dan iman sejati iblis kepada Allah. Iblis menolak menyungkur di hadapan Adam karena sejatinya dia tidak mau menduakan Allah. Saking cintanya iblis kepada Allah, dia rela menerima apapun kutukan Allah meskipun akan dibakar di api neraka dengan catatan tidak akan menyungkurkan diri di hadapan Adam.

Ahmad Al-Ghazali (adik Imam Ghazali) pun menilai bahwa manusia yang tidak tahu hakikat iblis, masih belum beriman, dan cenderung terperosok mendukan Allah. Artinya, bila kita hendak mencoba melihat penolakan iblis dari sisi positif maka ketidaktaatan iblis dan kerelaannya untuk dikutuk sekalipun oleh Allah, merupakan contoh keikhlasan dalam beriman yang sejati.

Saya rasa hal ini tidak mudah didapat oleh manusia. Cerpen berjudul Gus Jakfar karya Musthafa Bisri atau yang biasa dikenal dengan sebutan Gus Mus tampaknya gambaran yang pas untuk mewakili ini. Salah seorang kiai yang disebut-sebut sebagai seorang ulama namun ternyata akan masuk neraka dapat dijadikan analogi iblis. Kiai tersebut ikhlas dan rela serta tidak menyesali apapun keputusan Allah terhadap dirinya.

Atau saya ingat kisah Rabiatul Al-Adawiyah yang dahulu sering dikisahkan oleh guru ngaji di langgar. Rabiatul Al-Adawiyah hanya mengharap cinta Allah, bahkan beliau pun tidak keberatan kalaupun harus dimasukkan ke neraka. Beliau justru berdoa, jika dia akan dimasukkan ke neraka maka jadikan tubuhnya membesar sehingga tak akan ada manusia lagi yang bisa memasukinya. Sejauh pandangan saya, ini adalah bukti keikhlasan dan keimanan yang patut ditiru. Keikhlasan beribadah bukan untuk mendapat pahala atau pun agar dimasukkan ke surga melainkan semata-mata untuk mendapatkan ridha, kasih dan sayang Allah.

Bagaimanapun bila kita terlalu mengedepankan pahala atau surga dalam beramal maka secara diam-diam kita justru akan terjebak ke dalam syirik khofiy. Tanpa disadari kita beribadah bukan ikhlas untuk Allah melainkan pamrih agar dapat pahala atau surga. Hal ini pernah dibahas dalam sebuah buku sufi warna biru yang saya sudah lupa judulnya. Waktu masih di MAN Sumenep, saya pernah meminjam buku itu di perpustakaan daerah.

Salah satu pernyataan iblis yang disebut Azazil saat menolak dan menyatakan cintanya kepada Allah dalam kitab at-Tawasin karya Mansur Al-Hallaj, yaitu: “Sesungguhnya tiada jarak yang memisahkan Dikau denganku ketika tujuan tercapai kedekatan dan jarak adalah satu. Kendati aku ditinggal derita keadaan itu akan menjadi karibku jika Kasih itu satu, bagaimana kita bisa berpisah? Dalam kemurnian yang mutlak, Diri-Mu kuagungkan bagi seorang hamba dengan hati yang benar, bagaimana dia menyembah sesuatu selain Dikau?”

Demikian ulasan perbincangan saya dengan Kakak mengenai pernyataan Al-Hallaj terkait kesejatian cinta dan iman iblis kepada Allah. Perbincangan ini sebenarnya tidak berakhir karena berbagai pertanyaan terus bermunculan, termasuk mengenai eksistensi dan substansi neraka dan surga, serta mengenai ucapan iblis yang tampak sombong. Namun, saya akhiri saja tulisan ini karena mata sudah mengantuk. Semoga tulisan singkat dan kecil ini bermanfaat bagi kita semua. Amin!

Surabaya, 7 Mei 2015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun